REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU-- Pemberi kerja yang tidak menyetorkan iuran pekerjanya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga akhir Januari 2015 maka perusahaan terkait dapat dipidana 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar.
Hal itu diatur dalam pasal 19 ayat 1 atau 2 UU No.24 tahun 2011, kata Kepala Departemen Pemasaran dan Kepesertaan BPJS Kesehatan Divre II, Suheri, dalam keterangannya di Pekanbaru, Senin. "Sanksi ini diberlakukan untuk jangka waktu paling lama 30 hari sejak berakhirnya teguran tertulis dua," katanya.
Menurut Suheri ketentuan tersebut diterapkan dalam upaya mengoptimalisasikan kepesertaan BPJS Kesehatan maka pada tahun 2015 itu semua jiwa sudah wajib memiliki kartu tanda peserta dan aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan, penjabaran pasal 19 UU No.24 tahun 2011 adalah pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS Kesehatan. "Dalam ayat 2 memuat bahwa pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggungjawabnya kepada BPJS," katanya.
Selain sanksi denda dan penjara itu, katanya lagi, maka BPJS Kesehatan mengusulkan sanksi tidak mendapatkan layanan publik kepada pemerintah yang menangani pelayanan publik tertentu. Di samping teguran tertulis pertama diberikan selama 10 hari, maka untuk teguran tertulis kedua juga diberikan selama 10 hari.
"Pengenaan sanksi teguran tertulis dan denda dilakukan oleh BPJS kesehatan. Sedangkan sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu dilakukan oleh unit pelayanan publik pada instansi pemerintah, pemda provinsi dan pemda kabupaten dan kota atas permintaan BPJS," katanya.
Sementara itu bentuk sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu adalah bagi pemberi kerja tidak akan diberikan perizinan terkait usaha, tidak diberikan izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, tidak diberikan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, serta tidak diberikan izin bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan tidak diberikanizin mendirikan bangunan.
Bagi setiap orang, katanya, adalah tidak diberikan izin mendirikan bangunan, tidak diberikan SIM, sertifikat tanah, paspor dan STNK.