REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik tetap akan dilantik sebagai Anggota DPR RI terpilih untuk periode 2014-2019 meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkannya sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Husni Kamil Manik mengatakan pemberhentian Jero Wacik sebagai anggota dewan terpilih hanya dapat dilakukan oleh partai pengusungnya yaitu Partai Demokrat.
"Semua harus dilakukan oleh parpol pengusung karena yang berurusan langsung dengan KPU secara formal adalah partai. Sehingga, jika ada permintaan pengunduran diri dari parpol sebelum tanggal pelantikan, maka segera saja mengurus ke parpol agar segera pula disampaikan ke kami untuk tidak jadi dilantik," kata Husni di Gedung KPU Pusat Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, Jero tetap dapat dilantik sebagai Anggota DPR RI periode 2014-2019 pada 1 Oktober mendatang sepanjang tidak ada ketetapan hukum (inkracht) terkait dugaan kasus korupsi yang menimpanya.
Jero adalah calon anggota DPR dari Dapil Bali yang meliputi Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar.
Terkait keterpilihannya sebagai Anggota DPR RI, Jero juga telah mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Menteri ESDM di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II Senin lalu (1/9). Rabu siang, KPK menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait jabatannya sebagai menteri pada 2011-2012.
"Kami sampaikan bahwa memang sudah dikeluarkan surat perintah penyidikan per tanggal 2 September 2014 mengenai peningkatan status menjadi ke penyidikan atas nama tersangka JW (Jero Wacik) dari Kementerian ESDM sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan. Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
"Usai menjadi menteri di kementerian ESDM, diperlukan dana untuk operasional menteri yang lebih besar, untuk mendapatkan dana yang lebih besar dari yang dianggarkan maka dimintalah dilakukan beberapa hal kepada orang di kementerian itu," tambah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.