Jumat 29 Aug 2014 18:10 WIB

Cegah Kebakaran Hutan, Kemenhut Audit Perusahaan Pengolahan Kayu

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyerahkan Penetapan Areal Kerja (PAK) Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Provinsi Nusa Tenggara Barat di Desa Buwun Sejati Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat, NTB, Senin (25/8).(Republika/Amin Madani)
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyerahkan Penetapan Areal Kerja (PAK) Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Provinsi Nusa Tenggara Barat di Desa Buwun Sejati Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat, NTB, Senin (25/8).(Republika/Amin Madani)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian Kehutanan (Kemenhut) melakukan audit kepatuhan terhadap perusahaan pengolahan kayu yang beroperasi di Indonesia. Langkah ini dilakukan dengan bekerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup, UKP4, dan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian.

Direktur Penangggulangan Kebakaran Hutan Kemenhut, Raffles B. Panjaitan mengatakan, pihaknya melakukan pemeriksaan dari berbagai segi terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

"Kita lihat apakah sumber daya manusia, peralatan, dan pendanaan pencegahan kebakaran hutan sudah sesuai standar yang kami tetapkan," katanya pada Republika, Jumat (30/8) di Jakarta. langkah ini menjadi upaya preventif pemerintah dalam menangani kebakaran hutan dan lahan.

Saat ini, kata Raffles, hasil audit yang dilakukan terhadap empat perusahaan belum dapat diketahui. Jika nanti hasil audit telah keluar, pemerintah akan menindaklanjuti jika ada temuan yang tidak sesuai dengan standar. Pemerintah akan memberikan peringatan pertama kepada perusahaan yang diketahui tidak memiliki standar pencegahan kebakaran hutan.

Raffles melanjutkan, jika perusahaan tidak mengindahkan sampai peringatan ketiga yang keluar dalam kurun waktu tiga bulan maka perusahaan menghadapi ancaman pencabutan izin usaha.

"Sanksi bervariasi tergantung tingkat kesalahan dan sanksi terberat adalah pencabutan izin," tambah Raffles.

Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi metode tangkap tangan terhadap pelaku pembakaran hutan. "Langkah ini perlu dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah," katanya di Jakarta, Jumat (30/8).

Berdasarkan data hotspot satelit NOAA, pada 2002-2014 lebih dari 70 persen kebakaran terjadi di luar kawasan hutan. Salah satu Substansi Inti Prioritas Nasional ke-9 (Lingkungan Hidup dan Bencana) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014 adalah penurunan hotspot hingga 20 persen per tahun. Selain itu ditargetkan pula penurunan tingkat polusi secara keseluruhan pada 2214.

Kerugian kebakaran hutan dan lahan di Riau pada 2014 tercatat lebih dari Rp 15 triliun. Sebanyak 2.398 hektar cagar biosfer terbakar, 21.914 hektar lahan terbakar, dan 58 ribu orang terserang infeksi saluran pernapasan. Biaya pengendalian kebakaran hutan ini menelan dana lebih dari Rp 150 miliar. (C88-Christiyaningsih)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement