REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bertahan dengan keputusan tidak perlunya pembentukan panitia seleksi (pansel) untuk mencari pengganti Busyro Muqoddas. Pertemuan dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin pun tak mengubah sikap lembaga antirasuah itu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa mengaku, agak sulit berkomentar. "Nanti kalau beda sama KPK dianggap melemahkan KPK," katanya kepada Republika, Kamis (28/8).
Melihat hal itu, Desmond tetap mengacu pada ketentuan dalam UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Dalam undang-undang disebut ada lima pimpinan lembaga antikorupsi.
Karena itu kemudian pemerintah membentuk pansel. "Kenapa pemerintah bikin pansel tentu ada dasar hukumnya," ujar dia.
Ketua KPK Abraham Samad sebelumnya mempersilakan pansel untuk tetap berjalan. Namun pansel bekerja untuk tahun depan ketika melakukan seleksi untuk mencari lima pimpinan sekaligus.
Samad menilai lembaganya tetap dapat berjalan dengan empat komisioner. Ia pun khawatir adanya figur baru sebagai pimpinan mempunyai perbedaan pemahaman dan pada akhirnya akan mengganggu kinerja KPK.
Desmond melihat ketakutan akan adanya orang baru ini agak aneh. Ia melihat kesan seolah-olah pimpinan lembaga antirasuah itu tidak ingin program kerjanya diketahui.
Desmond menilai, tidak ada persoalan dengan masuknya pimpinan baru dengan sistem kolektif kolegial dalam tubuh KPK. "Jadi kalau hari ini ada ketakutan-ketakutan apa sebenarnya kan ini agak aneh," ujar dia.
Desmond pun menilai pansel harus tetap berjalan sesuai dengan aturan. Ia pun meminta KPK untuk mengikuti aturan itu.
Ia tidak ingin lembaga antirasuah itu justru menabrak aturan yang masih berlaku. Ia menyayangkan jika resistensi masih terus berjalan. "Agak susah kita melihat ini sebagai sebuah kewajaran," kata dia.