Ahad 24 Aug 2014 17:14 WIB

Kecil Peluang Gugatan PDIP Dikabulkan MK

Rep: C75/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua GP Ansor Nusron Wahid (kiri) menjadi pembicara didampingi Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis (kiri) dalam diskusi Refleksi 68 Tahun Proklamasi di Jakarta, Sabtu (17/8). Diskusi publik yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Geraka
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua GP Ansor Nusron Wahid (kiri) menjadi pembicara didampingi Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis (kiri) dalam diskusi Refleksi 68 Tahun Proklamasi di Jakarta, Sabtu (17/8). Diskusi publik yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Geraka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi mendaftarkan gugatan Undang-Undang MPR, DPR,DPD, DPRD (UU MD3) No 17 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menggugat pasal 84 yang membahas tentang pimpinan DPR yang dipilih secara voting.

Sebelumnya, pada UU 27/2009, pimpinan DPR dipilih berdasarkan partai politik yang mendapatkan suara terbanyak pertama di DPR.

Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai, secara normatif peluang dikabulkannya gugatan PDIP tentang UUD M3 oleh Mahkamah Konstitusi sangat kecil. Pasalnya, setiap anggota DPR secara konstitusional berhak dipilih menjadi ketua DPR.  

“Berdasarkan teks UUD, peluangnya kecil. Setiap anggota secara konstitusional berhak dipilih menjadi ketua DPR,” ujar pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis saat dihubungi Republika, Ahad (24/8).

Margarito mengatakan dalam UUD tidak ada pasal yang mengatur bahwa ketua DPR harus diisi oleh partai politik yang memenangkan pemilu. Secara konstitusional, ia menuturkan jabatan pimpinan DPR bukan jabatan yang harus diisi oleh partai politik yang memenangkan pemilu.

“Saya berpendapat, jabatan ini tidak bisa direduksi hanya diberikan kepada parpol pemenang pemilu. UUD mengatur (anggota) berhak dipilih,” ungkapnya.

Namun, menurutnya, di sisi lain, MK mempunyai cara pandang tersendiri yang berubah-ubah dalam memutuskan perkara. Termasuk, jika berbicara sisi sosiologis maka akan menjadi berbeda. “MK tidak berdiri dalam perspektif (yang) khusus tapi berubah,” katanya.

Sehingga, Margarito mengatakan agak sulit melihat apakah MK akan mengabulkan atau menolak gugatan tersebut. Pasalnya, MK mempunyai cara pandang tersendiri termasuk sering kali mereka melihat dari sudut manfaat hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement