Jumat 22 Aug 2014 18:38 WIB

Tenaga Kesehatan Asing Diwajibkan Berbahasa Indonesia

Perawat mengontrol pasien di ruangan ICU Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), Cawang, Jakarta, Senin (14/7).  (Republika/Aditya Pradana Putra)
Perawat mengontrol pasien di ruangan ICU Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), Cawang, Jakarta, Senin (14/7). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga kesehatan asing yang bekerja di Indonesia akan diminta untuk bisa berbahasa Indonesia sebagai salah satu persyaratan dalam pelaksanaan Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) pada 2015 mendatang.

"Kita wajibkan mampu berbahasa Indonesia, sama seperti perawat kita di Jepang yang diwajibkan menguasai bahasa lokal, kita gunakan persyaratan yang sama," kata Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan Tritarayati dalam temu media di Jakarta, Jumat (22/8).

Tritarayati mengatakan pemerintah telah melakukan persiapan untuk membendung serbuan tenaga kesehatan dari luar negeri terkait pelaksanaan AEC 2015 dengan menyusun regulasi domestik mengenai kualifikasi para pekerja.

Selain kemampuan bahasa, tenaga kerja dari luar negeri akan diperiksa kualifikasi, kompetensi serta di fasilitas kesehatan tipe apa mereka akan ditempatkan. Permohonan dari rumah sakit akan diperiksa terlebih dahulu apakah merupakan tipe A atau B serta tenaga kerja asing yang dipekerjakan benar-benar merupakan tenaga ahli yang tidak dimiliki di dalam negeri.

"Tenaga kesehatan asing bisa saja ditempatkan di daerah tapi tergantung tipe rumah sakitnya, tipe A atau B. Selain itu tidak boleh," kata Tritarayati.

Tenaga kesehatan asing yang akan bekerja di Indonesia harus mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran untuk dokter atau perawat yang dikeluarkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia.

Namun selain memperketat masuknya tenaga kesehatan asing ke Indonesia, Tritarayati mengatakan Kementerian Kesehatan juga memperketat pengiriman tenaga kesehatan ke luar negeri.

Hal itu terutama karena diharapkan tenaga kerja lokal dapat mengisi kebutuhan tenaga kesehatan dalam negeri terlebih dahulu sebelum mencari pekerjaan di luar negeri.

"Seperti di Qatar, mereka berani bayar perawat kita hingga Rp 40-50 juta per bulan, tapi kita perketat juga karena kebutuhan dalam negeri kita juga kurang," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement