Senin 11 Aug 2014 05:54 WIB

Ini 2 Kemungkinan Pola Koalisi Jokowi-JK

Rep: c57/ Red: Mansyur Faqih
Joko Widodo (Jokowi)
Foto: ap
Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yudha menyatakan, terdapat dua kemungkinan pola koalisi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di parlemen.

"Pola pertama koalisi pemerintahan Jokowi-JK adalah mengajak sejumlah partai menjadi mitra koalisi pemerintah agar mencapai minimal 50 persen plus satu," tutur Hanta, Ahad (10/8).

Dari semua partai yang ada, lanjut Hanta, kemungkinan terbesar mitra koalisi adalah PPP dan Demokrat.

Menurut Hanta, kemungkinan PKS dan Partai Gerindra untuk berkoalisi sangat kecil jika melihat resistensi kedua partai terhadap Jokowi-JK dalam pilpres 2014. 

Sedangkan PAN, lanjut Hanta, memiliki beban psikologis yang cukup kuat untuk berkoalisi dengan Jokowi-JK. Karena Hatta Rajasa adalah pasangan cawapres dari Prabowo Subianto, penantang Jokowi-JK dalam pilpres.

Meski pun elite PAN lainnya cukup berminat untuk berkoalisi dengan pemenirtahan Jokowi-JK.

Sementara Golkar agak sulit untuk ditebak langkah politiknya. Jadi, ungkap Hanta, sikap Golkar sangat tergantung dengan siapa yang menjadi ketua umum dalam munas mendatang 2014.

Selama ini, jelas Hanta, Golkar terkenal dengan politik dua kakinya, baik di eksekutif dan legislatif. Secara tradisi, Golkar tidak pernah menjadi oposisi dan terus-menerus berada di koalisi pemerintahan.

"Kemungkinan kedua, pemerintahan Jokowi-JK tidak akan menambah mitra koalisi baru dan tetap mempertahankan koalisi empat partai," jelas Hanta.

Kekuatan koalisi Jokowi-JK di parlemen menguasai 275 kursi atau 36,9 persen kursi DPR. Masalahnya, apakah pemerintahan Jokowi-JK mampu bernegosiasi secara baik dengan parlemen di Senayan?

Apakah pemerintahan Jokowi-JK mampu merawat komunikasi secara vertikal dengan konstituen mereka yang dalam pilpres memilihnya? 

"Ini adalah masalah-masalah yang harus bisa dipecahkan jika Jokowi-JK memilih tidak menambah mitra koalisi di parlemen," jelas Hanta.

Menurut Hanta, semakin transparan sebuah sistem, maka peluang kecurangan semakin kecil akan terjadi. Begitu pun sebaliknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement