Jumat 08 Aug 2014 06:46 WIB

Partisipasi Pilpres 2014 Terendah Dalam Sejarah

Rep: Harun Husein/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas menghitung perolehan suara usai pencoblosan di TPS 16, Cempaka Putih, Jakarta, Rabu (9/7).
Foto: Republika/Wihdan
Petugas menghitung perolehan suara usai pencoblosan di TPS 16, Cempaka Putih, Jakarta, Rabu (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Besarnya minat masyarakat pada pilpres kali ini, sempat membuat sejumlah kalangan membayangkan akan terjadi ledakan partisipasi pemilih seperti Pemilu 1999, yang angkanya di atas 90 persen. Tapi, fakta berbicara sebaliknya. Setelah kotak suara dibuka dan surat suara dihitung, partisipasi pilpres kali ini justru rendah, bahkan terendah dalam sejarah pemilu di Indonesia.

Wajar belaka jika semula orang menduga partisipasi pemilih dalam pilpres bakal meroket. Betapa tidak, orang-orang yang berbilang pemilu golput, tiba-tiba ingin terlibat. Bahkan, Arif Budiman, penganjur utama golput sejak awal 1970-an silam, tiba-tiba mendapat alasan untuk memilih dalam pilpres kali ini. Pilpres kali ini pun luar biasa emosional.

Bangsa ini bak terbelah dua. Pada pemilu kali ini, media massa, khususnya televisi, memperlihatkan keberpihakan yang terang benderang kepada kandidat tertentu. Media sosial, situs-situs berita, juga bak pasar yang ramai oleh kampanye yang positif, negatif, bahkan fitnah, juga penggalangan dan jual-beli komentar para pendukung dan simpatisan.

Situasi emosional juga menjalar hingga ke akar rumput. Berita tentang orang yang berkelahi secara fisik karena beda capres, mencuat ke permukaan. Seperti yang terjadi dengan dua tukang becak di Pamekasan, Suto dan Saleh, yang akhirnya adu jotos setelah sebelumnya saling hujat capres. Pertengkaran suami istri karena beda capres yang difavoritkan, juga mulai sering terdengar.

sumber : Harian Republika, 25 Juli 2014
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement