REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan efektivitas dari pelaksanaan "Electronic Road Pricing" (ERP) untuk mengurangi kemacetan di wilayah DKI Jakarta tergantung kepada penetapan harga ERP tersebut.
"Pelaksanaan ERP akan signifikan jika penetapan harganya pas," kata Bambang Susantono, Selasa (29/7).
Menurut Bambang, bila harga untuk ERP terlalu murah akan mengakibatkan semua pengemudi tertarik masuk yang dampaknya bisa menambah kemacetan. Namun, lanjutnya, bila harga yang ditetapkan untuk ERP terlalu mahal maka mengakibatkan tidak ada kendaraan yang akan masuk.
Untuk itu, ujar dia, Wamenhub menyebutkan agar ada survei yang bisa menentukan secara tepat harga pelaksanaan ERP. "Harus ada survei 'willingness to pay' (tingkat kemauan membayar) dan 'ability to pay' (tingkat kemampuan membayar)," katanya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai pelaksanaan uji coba sistem jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) pada Selasa (15/7) lalu berjalan baik.
"Saya sudah dapat laporan dari Dinas Perhubungan DKI dan juga PT Kapsch. Sistem yang terpasang di dalam gerbang ERP sudah mampu mendeteksi kendaraan yang melintasinya. Ini bagus, berarti sistemnya sudah jalan," kata Basuki di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (17/7).
Untuk tahap pertama, menurut dia, sistem ERP hanya akan diberlakukan bagi kendaraan bermotor roda empat. Setelah itu, baru diterapkan pada sepeda motor. Basuki yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, rencananya tarif ERP yang akan diberlakukan berkisar antara Rp30.000 hingga Rp100.000 setiap satu kali melintas.
"Penerapannya, kalau nanti dengan tarif Rp30.000 volume kendaraan bermotor tidak juga berkurang, maka tarifnya kita naikkan lagi jadi Rp50.000. Kalau masih banyak juga volume kendaraannya, kita naikkan lagi sampai batas Rp100.000 kira-kira," ujarnya.