Kamis 19 Jun 2014 17:19 WIB

Media Internasional Beritakan Penutupan Dolly

Rep: c92/ Red: Muhammad Hafil
Anggota ormas islam menggelar aksi mendukung penutupan lokalisasi dolly, di depan gedung Negara Grahadi,Jalan Gubernur Suryo,Surabaya,Jawa Timur,Rabu(18/6).
Anggota ormas islam menggelar aksi mendukung penutupan lokalisasi dolly, di depan gedung Negara Grahadi,Jalan Gubernur Suryo,Surabaya,Jawa Timur,Rabu(18/6).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Kabar penutupan lokasi prostitusi Dolly tidak hanya menggema di Indonesia. Beberapa media internasional ikut memberitakan kebijakan controversial Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya ini.

Washingtonpost dalam salah satu beritanya yang diturunkan hari Rabu (18/6) kemarin, menuliskan tentang deklarasi penutupan Media terbesar di kota Washington ini menyebutkan kronologi deklarasi penutupan secara tidak mendalam. Disebutkan dalam berita tersebut, walikota Surabaya, Tri Rismaharini mengumumkan penutupan kompleks prostitusi Dolly di Gedung Islamic Center Surabaya. 

Mereka  juga menyebutkan pemblokiran jalan yang dilakukan oleh para pekerja seks dan sejumlah pihak yang merasa dirugikan dengan penutupan tempat prostitusi tersebut. Mereka menyebutkan, pemerintah berencana memberikan bantuan masing-masing  425 dolar AS kepada sekitar 1.500 pekerja seks. 

Dalam berita tersebut, Washingtonpost juga menyinggung dukungan kaum muslim serta keinginan kaum konservatif Islam untuk mengganti sistem sekuler di Indonesia menjadi hukum Islam. Mereka juga menyinggung tentang janji Risma untuk menutup semua rumah bordil di kota Surabaya. 

BBCNews juga memberitakan hal yang sama. Dalam pembukaannya yang dicetak tebal, BBCNews menyebut kota Surabaya sebagai rumah bagi salah satu area prostitusi terbesar se-Asia Tenggara. 

Dalam beritanya, BBCNews mencoba mengangkat bagaimana masyarakat sekitar Gang Dolly menggantungkan hidup mereka pada kegiatan prostitusi. Berita itu mengutip pernyataan Annisa dari Komunitas Organisasi Pemuda Independen (KOPI) yang menyatakan bahwa ribuan anak bergantung pada orang tua yang mendapatkan penghasilan dari area ini. 

BBCNews juga mengangkat cerita salah satu Pekerja Seks Komersial (PSK), Lis, yang bekerja selama 12 tahun dan masih harus menghidupi dua orang anaknya. Media ini menuliskan penutupan Dolly adalah kehendak publik dan pemerintah Surabaya memiliki tekat yang kuat untuk menutup area ini, namun protes terus berlanjut dan para warga serta pekerja seks di Dolly bersikeras akan tetap bekerja kembali dalam dunia prostitusi.

Sebelumnya, Reuters juga memberitakan tentang keinginan Risma mematikan Dolly. Reuters menggambarkan Dolly dan Jarak sebagai lokasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara yang telah berdiri sejak tahun 1970. Ada sekitar seribu pekerja seks beroperasi di ratusan rumah bordir kecil di Dolly.

 

 

 

 

Reuters menyebut Risma sebagai pemimpin Indonesia dengan gaya baru yang berani mengambil tindakan terhadap profesi tertua di dunia. Risma juga digambarkan sebagai pemimpin yang dikenal bersih dan dapat menjalankan pemerintahan. Disebutkan bahwa sebelumnya Risma telah menutup wilayah prostitusi dan memberikan tenggang waktu 19 Juni 2014 untuk menutup Dolly. 

 

 

 

 

"Saya tahu Dolly paling sulit dan itulah mengapa saya tangani terakhir," kata Risma, seperti dikutip Reuters.

 

Reporter: C92 (Sri Handayani) 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement