REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Yayasan Lembaga Konsumen Sumatera Selatan mengimbau masyarakat agar mewaspadai peredaran produk makanan dan minuman dalam kemasan yang masuk ke negara ini secara ilegal seperti di Malaysia, karena kehalalannya tidak terjamin.
Kasus adanya makanan cokelat yang ditemukan di negara Malaysia mengandung babi, perlu diwaspadai karena kemungkinan bisa saja masuk ke Sumsel dan Indonesia secara umum melalui jalur tidak resmi atau ilegal, kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sumatera Selatan Hibzon Firdaus di Palembang, Sabtu.
Produk makanan dan minuman dalam kemasan yang beredar secara resmi, seperti cokelat serta produk makanan dan minuman lainnya, menurut LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melalui pemeriksaan layak edar dan dijamin halal dikonsumsi masyarakat Muslim.
Berdasarkan kondisi tersebut, katanya, masyarakat diimbau untuk memastikan produk makanan dan minuman yang dibeli di pasar tradisional, warung, dan pasar swalayan adalah produk yang masuk melalui jalur resmi yang memiliki label halal dan BPOM.
Selain itu, pihaknya juga berupaya melakukan pengawasan peredaran produk makanan dan minuman dalam kemasan yang beredar di pasaran, sehingga jika ditemukan produk ilegal dan yang terindikasi tidak halal di wilayah Provinsi Sumsel yang masyararakatnya mayoritas Islam itu dapat ditertibkan, katanya.
Dia menjelaskan, selain mewaspadai peredaran produk ilegal tidak halal, menjelang bulan puasa Ramadhan 1435 Hijriah/2014 Masehi, masyarakat diimbau pula agar mewaspadai peredaran produk kedaluwarsa atau yang telah habis masa berlaku aman dikonsumsi.
"Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, setiap menjelang bulan puasa atau hari besar keagamaan banyak ditemukan produk makanan dan minuman dalam kemasan yang kedaluwarsa beredar di pasar tradisional, swalayan, dan toko kebutuhan pokok," ujarnya.
Menjelang bulan puasa pada Juni 2014, permintaan masyarakat terhadap produk makanan dan minuman dalam kemasan mengalami peningkatan, sehingga mengakibatkan sering terjadinya kekurangan stok dan berpotensi masuknya produk kedaluwarsa.
Kondisi tersebut biasanya dimanfaatkan oleh pedagang atau pengusaha "nakal" untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan menjual bahan makanan yang kedaluwarsa kepada masayarakat, padahal produk itu seharusnya dimusnahkan.
Untuk menghindari korban sasaran peredaran produk makanan tidak halal dan kedaluwarsa, masyarakat di provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa itu perlu meningkatkan kewaspadaan dengan mengecek kemasan produk yang akan dibeli dengan memperhatikan label layak dan aman dikonsumsi dari lembaga dan instansi berwenang, kata Hibzon.