Selasa 13 May 2014 07:05 WIB

Balai Taman Nasional Kutai Bongkar Jual-Beli Lahan Konservasi

Tujuh peserta 'Jurnalism Field Trip' Taman Nasional Kutai mencoba mengukur pohon ulin tersesar di dunia dengan cara melingkar sambil berpegangan tangan di Kawasan Taman Nasional Kutai, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Senin (18/3).
Foto: Antara/Amirullah
Tujuh peserta 'Jurnalism Field Trip' Taman Nasional Kutai mencoba mengukur pohon ulin tersesar di dunia dengan cara melingkar sambil berpegangan tangan di Kawasan Taman Nasional Kutai, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Senin (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Balai Taman Nasional Kutai (TNK) berhasil membongkar kasus penjualan lahan di kawasan hutan konservasi yang terletak di tiga wilayah di Provinsi Kalimantan Timur yakni, Kabupaten Kutai Kartanegera, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang.

Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Sanggata, Kabupaten Kutai Timur, Hernowo Suprianto, dihubungi dari Samarinda, Selasa menyatakan, terbongkarnya kasus penjualan lahan di kawasan hutan seluas 198. 629 hektare itu berawal saat petugas melakukan patroli di jalan poros Sangatta-Bontang.

"Pengungkapan ini berawal saat kami melakukan patroli dan mendapati seorang warga bernama Rifai tengah memotong pohon," ungkap Hernowo Suproanto.

Selain mendapati warga tersebut tengah memotong pohon, di kawasan itu juga, kata Hernowo, petugas menemukan sejumlah patok sebagai batas lahan. Ketika ditanya, warga tersebut lanjut dia mengaku telah membeli lahan itu dari seorang warga berinisial Oc.

"Dia mengaku membeli lahan seluas 50 hektare dari Oc, dengan menunjukkan kwitansi jual-beli dengan nila Rp 75 juta. Lahan itu untuk 30 orang pendatang dari Provinsi Sulawesi Barat. Jika dilihat dari luas areal yang dijual dengan jumlah orang, maka setiap orang akan mendapatkan maisng-masing dua hektare," kata Hernowo Suprianto.

Setelah diberi penjelasan oleh petugas Balai TNK, bahwa lahan yang dibeli tersebut tanah negara dan merupakan kawasan hutan yang dilindungi, Rifai lanjut dia akhirnya baru menyadari telah tertipu oleh Oc, yang hingga kini masih belum diketahui keberadaannya.

"Sampai saat ini, Rifai masih diperiksa intensif oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai TNK. Karena ini merupakan kejahatan kehutanan seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, maka Oc ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang) PPNS Balai TNK, sementara Rifai masih berstatus sebagai saksi," ungkap Hernowo Suprianto.

Kwitansi jual-beli itu kata Hernowo Suprianto akan dijadikan sebagai barang bukti dalam penyelidikan terkait kasus kejahatan kehutanan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement