REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pegiat lingkungan di Kabupaten Garut meminta pemerintah meningkatkan status kawasan Gunung Cikuray dari hutan produksi menjadi kawasan konservasi. Gunung dengan ketinggian 2.821 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu dinilai memiki fungsi penting bagi kehidupan masyarakat di lima kecamatan Kabupaten Garut.
Manajer Program Pemulihan Lingkungan, Yayasan Tangtudibuana, Aa Ebit mengatakan, Cikuray merupakan gunung paling tinggi di Kabupaten Garut. Secara administratif, gunung itu dikelilingi lima kecamatan yaitu Kecamatan Banjarwangi, Cikajang, Cigedug, Bayongbong, dan Cilawu.
"Gunung Cikuray menjadi salah satu kawasan daerah tangkapan air untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikaengan, Cimanuk, dan Ciwulan, yang menjadi sumber air strategis bagi masyarakat Kabupaten Garut dan kabupaten lainnya di Jawa Barat," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/2).
Namun, menurut dia, saat ini kondisi Gunung Cikuray saat ini sangat memprihatinkan. Ia menyebutkan, di kawasan gunung itu banyak terjadi alih fungsi lahan, penebangan pohon liar, kebakaran hutan, dan aktivitas para pendaki gunung yang cukup banyak tanpa memperhatikan etika lingkungan.
Akibat aktivitas itu, jumlah sampah dan kerusakan ekosistem di Gunung Cukuray semakin masif. Dampaknya, masyarakat di sekitar Gunung Cikuray mulai kekurangan air bersih. Sedangkan saat musim hujan, tingkat erosi yang semakin tinggi menjadi ancaman longsor bagi beberapa daerah yang memiliki tingkat kemiringan yang tinggi.
"Apabila kondisi ini terus dibiarkan terjadi, maka kerusakan Gunung Cikuray akan semakin masif dan mengundang dampak lebih buruk lagi pada ekosistem hutan," kata dia.
Karena itu, ia meminta harus ada tindakan yang harus dilakukan di kawasan hutan Gunung Cikuray. Beberapa program jangka pendek yang harus dilakukan rehabilitasi alam dan reboisasi, pembenahan dan pemantauan aktivitas budidaya pada kawasan yang rawan atau sumber strategis sumber mata air, serta pemetaan ulang sumber mata air dan derah tangkapan air. Sementara program jangka panjangnya, lanjut dia, harus dilakukan evaluasi dan tata ulang pengelolaan kawasan, terutama untuk kawasan hutan produksi, perkebunan, dan kawasan hutan lainnya.
"Hal ini dilakukan sebagai bentuk penyeimbangan antara kawasan yang memiliki fungsi ekonomi dan kawasan yang memiliki fungsi perlindungan ekosistem. Karena itu, harus ada peningkatan status perlindungan kawasan dari hutan produksi menjadi kawasan konservasi," kata dia.