REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono membantah jika tak ada informasi mengenai adanya masalah dalam perekonomian Indonesia dalam rapat kabinet 20 November 2008 silam.
Boediono berujar telah menyampaikan di rapat kabinet bahwa kondisi ekonomi Indonesia tengah tertekan. Menurutnya, keterangan tersebut disampaikan kepada wakil presiden yang memimpin rapat saat itu, Jusuf Kalla (JK).
“Saya sampaikan ada likuiditas yang mandek, kurs rupiah yang anjlok dari Rp 9.000 ke 13.000, dan penarikan uang sebesar 3 miliar US Dolar ke luar negeri, yang jelas saya tidak sampaikan bahwa ekonomi Indonesia saat itu baik-baik saja,” kata dia saat bersaksi atas terdakwa Budi Mulya kasus Century di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (9/5).
Boediono mengakui, memang pada saat itu, dia tidak menjelaskan tentang kondisi Bank Century berikut dengan dampak-dampaknya yang dicemaskan akan terjadi. “Tidak disampaikan termasuk dengan ancaman krisis yang ada, karena dikhwatirkan menimbulkan kecemasan di masyarakat,” ujar Boediono.
“Loh kenapa tidak disampaikan? Ini kan penting,” lanjut JPU.
“Kalau nanti disampaikan lalu menyebar ke masyarakat maka akan mulai muncul riak-riak penarikan uang dari bank. Para pemilik simpanan akan bertanya, ke bank tempat mereka menyimpan dana, apakah banknya sehat, dan kemudian menarik uangnya. Ini kalau diumumkan justru tidak bijak, bisa kacau,” kata dia.
JPU lantas membacakan isi Undang-undang (UU) BI 23/99 terkait akuntabilitas. “Saudara saksi, BI kan berkewajiban menyampaikan segala masalah terkait perbankan Indonesia kepada DPR dan pemerintah, artinya langkah waktu itu bisa dikatakan melanggar aturan ?,” tanya JPU.
Boediono menjawab dengan mengatakan bahwa laporan kondisi perbankan Indonesia tidak perlu disampaikan setiap saat kepada pemerintah dan DPR. “Iya itu memang harus dilaporkan ke DPR dan Pemerintah, tapi tentu tidak perlu setiap saat karena ada periode-periodenya,” ujar dia.