REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup, meminta Pemkab Karawang, Jawa Barat, untuk menyiapkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).
Dari 30 kecamatan yang ada, seluruhnya bisa digali potensi tambangnya. Akan tetapi, keinginan pusat tersebut tidak serta merta bisa dikabulkan. Sebab, kebijakan itu akan bertentangan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang ada.
Kepala Bappeda Kabupaten Karawang Samsuri mengatakan, persiapan wilayah izin usaha pertambangan tersebut merujuk pada SK Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No 1204K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Peta Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali.
Dalam penerbitan peta pertambangan Jawa-Bali tersebut, membolehkan 30 kecamatan di Karawang untuk bisa ditambang."Tapi, peraturan tersebut, belum bisa jadi rujukan kami," ujarnya, Senin (28/4).
Alasannya, lanjut Samsuri, pengaturan wilayah pertambangan (WP) di Karawang harus menyesuaikan dengan RTRW Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Karawang.
Kebetulan, pada RTRW yang ada, wilayah yang boleh ditambang baru beberapa saja, contohnya Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru. Selain dua kecamatan itu, belum ada RTRW-nya untuk bisa ditambang.
RTRW Karawang yang diatur dalam Perda 2/2013 telah menetapkan beberapa wilayah yang mengandung banyak potensi pertambangan. Semisal, di Kecamatan Pangkalan dengan potensi batu kapur. Serta, Kecamatan Tegalwaru yang memiliki banyak kandungan batu andesit.
Oleh karenanya, setelah turun keputusan Menteri ESDM itu, pihaknya belum bisa merealisasikan semua. Dia menjelaskan, aturan tersebut tetap harus disesuaikan dengan aturan yang ada.
Meski demikian, pihaknya telah mengajukan spot yang bisa ditambang sesuai dengan kondisi eksistingnya. Yakni di Kecamatan Pangkalan, meliputi Desa Tamansari, Tamanmekar dan sebagian Desa Ciptasari. Sedangkan untuk Kecamatan Tegalwaru, wilayah yang diajukan boleh ditambang seperti Gunung Sirnalanggeng, Cipaga, serta Gunung Rungking.
"Meski telah diajukan, tapi kami belum punya aturan mengenai zonasinya," ujarnya.
Sementara itu, sejumlah warga Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, menolak keras penambangan batu kapur yang ada di wilayah itu. Pasalnya, kegiatan penambangan ini lebih merugikan masyarakat. Salah satunya, masyarakat akan terkena dampak kesehatan dari aksi penambangan tersebut.
Sanusi (38 tahun), warga setempat, mengaku, dulu dirinya merupakan penambang batu kapur secara manual. Alasan dia menambang, karena tidak ada lagi lapangan kerja. Akan tetapi, dirinya telah menyadari ada dampak negatif dari kegiatan penambangan itu. Salah satunya, rusaknya lingkungan di wilayah tersebut.