REPUBLIKA.CO.ID, M (5 tahun), siswa TK Jakarta International School (JIS) yang menjadi korban pencabulan dan kekerasan seksual di sekolahnya, kini masih trauma. Ia masih takut memakai celana karena akan teringat dengan kejadian pencabulan paksa itu.
Ia juga harus mengalami kenyataan pahit karena positif tertular penyakit seksual, herpes dari petugas kebersihan di JIS yang telah memperkosanya. Saat ini, M sedang diuapayakan untuk pemulihan mental akibat dari pengalaman pahit tersebut.
Pihak kuasa hukum orangtuan M, OC Kaligis bersama Kak Seto dan pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berusaha mengembalikan kepercayaan diri M. Di lingkungan M, dibangun suasana keharmonisan keluarga, agar si anak jauh dari pikiran trauma. Termasuk nenek si anak yang sengaja datang dari Belanda menengoknya.
OC Kaligis menuturkan pendekatan yang ia lakukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri anak dengan pendekatan kebapakan. "Saat dia bertanya, saya peluk dan dia merasa baik," katanya.
Ia menuturkan, sekarang memulai membangun siapa yang disenangi oleh anak. Saat ia datang pertama kali, M masih malu-malu namun saat ini M tidak segan untuk bermain dengannya. Menurutnya, ketika anak tidak berdaya maka itu merupakan penderitaan yang luar biasa. Ia pun mengingatkan anak tersebut agar supaya berhati-hati menghadapi orang lain.
Nadya Helida, yang juga tim kuasa hukum orangtua M, menambahkan sekarang anak tersebut masih dalam proses pengobatan disebabkan bagian anus masih bengkak dan bernanah akibat bakteri. Anak itu pun kini harus memakan 2 jenis obat untuk membunuh penyakit Herpes dan bakteri itu.
"Orang tua minta keadilan, agar semua tersangka ditahan. Polisi jangan ada ketakutan untuk memeriksa masalah ini," katanya.
Ia menuturkan pada saat anak itu bercerita kepada ibunya. Ia mengaku dibekap, diancam memakai pisau. Disuruh membuka celana dan membungkuk. Hidungnya pun pernah berdarah. Saat ditanya ibunya, anak itu mengaku jatuh. Padahal dipukul oleh tersangka, termasuk luka lebam yang membekas di perut M.
Nadya pun mengatakan pihak keluarga saat ini sedang mencari keadilan bagi anaknya. Serta, keluarga berencana akan memindahkan anak itu dari sekolahnya sekarang. Kini, hidupnya tak lagi sama. Perilaku dan kebiasaannya menjadi berbeda. Beban berat masa lalu, harus ditanggungnya sendiri. Kemana pun ia pergi, derita itu akan teringat jelas dibenaknya di saat usianya yang masih belia.