REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perpajakan Universitas Indonesia Christine mengatakan, tata kelola perpajakan dulu tidak sebaik saat ini sehingga memungkinkan seorang pejabat melakukan permainan yang bisa memanipulasi pajak.
"Kejadian yang melibatkan mantan dirjen pajak Hadi Poernomo itu kan sudah lama. Struktur tata kelola perpajakan saat itu belum sebagus saat ini," kata Christine dihubungi di Jakarta, Kamis (24/4).
Pengajar Fakultas Ekonomi UI itu mengatakan struktur tata kelola perpajakan saat itu mungkin memberikan kewenangan besar kepada direktur jenderal pajak sehingga memungkinkan untuk menganulir keputusan direktur di bawahnya.
Menurut Christine, prinsip-prinsip tata kelola yang baik adalah transparansi, independensi, akuntabilitas, responsibilitas dan kewajaran.
"Dari sisi transparansi, misalnya, seharusnya dirjen pajak memberikan penjelasan yang terbuka apa dasarnya menerima atau menolak keberatan wajib pajak. Apalagi, saat itu hanya BCA saja yang keberatannya diterima," tuturnya.
Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus keberatan pajak BCA tepat pada hari dia pensiun sebagai Ketua BPK. Dia disangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang saat menjabat Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004.
Sebagai Dirjen Pajak, dia menerbitkan surat keberatan pajak nihil (SKPN) PT Bank BCA Tbk pada 2004 yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 375 miliar.