Jumat 18 Apr 2014 10:15 WIB

Pramono Anung: Pendamping Jokowi Tunggu Hasil Pileg

Rep: M Akbar Widjaya/ Red: Bilal Ramadhan
 Gubernur Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bertemu Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Kamis (17/4). (Republika/Edi Yusuf)
Gubernur Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bertemu Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Kamis (17/4). (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak mau terburu-buru mengumumkan nama calon wakil presiden (cawapres) pendamping Joko Widodo (Jokowi). PDIP masih ingin memastikan berapa perolehan suara mereka di pemilu legislatif (pileg) 2014 menurut KPU.

"Kami akan melihat sampai perhitungan KPU. Bagaimanapun secara resmi itu hasil perhitungan KPU," kata mantan Sekretaris Jendral DPP PDIP, Pramono Anung kepada wartawan di Jakarta.

Pramono menyatakan PDIP ingin memastikan diri apakah akan berhasil menembus angka presidential threshold atau tidak. Angka presidential threshold adalah ambang batas minimal suara pemilu legislatif yang mesti dimiliki partai politik untuk bisa mengusung capres-cawapres.

Menurut UU 42 tahun 2008 tentang pemilu presiden, partai politik mesti memiliki sekurangnya 25 persen suara sah nasional atau mendapat perolehan kursi 20 persen di DPR. Pramono mengatakan saat ini sudah ada beberapa nama kandidat cawapres yang terus didiskusikan internal PDIP.

Selain itu komunikasi PDIP dengan para kandidat cawapres juga semakin intensif menjelang penghitungan suara. Komunikasi, kata Pramono, dilakukan struktur pengurus partai maupun Jokowi sendiri. Pramono enggan menyebut siapa saja kandidat cawapres Jokowi.

Saat ditanya soal peluang Mahfud MD dan Jusuf Kalla menjadi cawapres Jokowi misalnya, Pramono secara normatif hanya mengatakan PDIP berkomunikasi dengan semua calon yang ada. Pengumuman cawapres merupakan kewenangan Megawati dan Jokowi.

Dia percaya cawapres yang akan ditetapkan bakal mendapat dukungan publik dan memenangkan PDIP di pilpres 2014. Dalam setiap komunikasi politik selalu ada peluang sepakat dan tidak sepakat. Bahkan kadang sesuatu yang samar terkadang bisa menjadi faktor kesepakatan.

"Jadi dalam politik itu biasanya yang remang-remang itu yang menentukan," ujar Pramono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement