Selasa 15 Apr 2014 22:30 WIB

Sebelum Jajaki Koalisi Harusnya Parpol Bertanya ke Konstituen

Rep: Ira Sasmita/ Red: Nidia Zuraya
Partai Politik
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Partai Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi pemilu dari Universitas Diponegoro, Hasyim Asyari mengatakan sebelum menjajaki koalisi, pimpinan partai politik harusnya bertanya kepada pemilih atau konstituennya terlebih dahulu. Karena perolehan suara yang dijadikan basis dalam membangun koalisi merupakan mandat rakyat dan pemilih.

"Jadi jangan buru-buru atau terlalu dini berdasarkan pada exitpoll dan quick count. Bahwa langkah silaturrahmi itu oke, tapi kemudian jika sudah menyatakan akan berkoalisi dengan ini , dengan itu, tanpa bertanya pada pemilihnya itu juga berbahaya," kata Hasyim di Jakarta, Selasa (15/4).

Pemilu, lanjut Hasyim, merupakan persoalan keterwakilan. Partai dipilih untuk mewakili suara rakyat. Saat partai bersiap menuju pemilihan umum presiden, partai memiliki kewajiban kepada pemilih yang memberikan mandat.

Terutama bagi partai yang belum memberikan informasi dan kepastian kepada konstituennya sebelum pileg. Tentang siapa tokoh yang akan diusung sebagai calon presiden atau wakil presiden. "Bagi partai yang sudah sejak awal menentukan pilihan calon presidennya, ketika rakyat memilih saat pileg harus bisa dibaca. Rakyat juga setuju dengan mandat bahwa yang akan dipilih sebagai capres oleh partai tersebut tokoh ini," ujar Hasyim.

Parpol, dia melanjutkan, yang belum mempunyai bayangan sebelum pileg. Tidak bisa secara tiba-tiba menggiring konstituennya pada pilpres nanti akan berkoalisi dengan partai tertentu. Padahal konstituen tidak memiliki kecocokan dengan teman koalisi yang dipilih.

Menurut Hasyim, pada pelaksanaan pemilu serentak di 2019 nanti perlu dilakukan penataan serius. Sebab pemilu legislatif dilakukan bersamaan dengan pemilu presiden.

Pemilih akan memilih partai, langsung diasosiasikan dengan calon presiden yang diusung oleh partai tersebut. Atau sebaliknya, pemilih memiliki capres tertentu diikuti dengan memilih partai yang mengusung calon presiden tersebut.

Petinggi dan pengurus parpol, kata Hasyim, harus mulai membiasakan menjadikan pembahasan mengenai pencalonan dan penghimpunan suara partai sebagai bagian tidak terpisahkan dari pemilihnya. Tidak hanya berdasarkan pada hasil hitung cepat dan hasil survei. Karena nyatanya, logika hasil survei dan penghitungan oleh KPU sebagai lembaga resmi penyelenggara pemilu berbeda.

"Exit poll dan quick count kan logika sampel, tapi kalau hasil penghitungan KPU populasi real. Setiap angak dihitung, bisa jadi hasil quick count lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan hasil real," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement