Kamis 10 Apr 2014 15:07 WIB

Budi Mulya Diduga Pernah Terima Rp 1 M oleh Robert Tantular

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
  Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Bank Indonesia (BI) terkuak pernah mengetahui adanya penerimaan uang Rp 1 miliar dari pemilik Bank Century (BC) Robert Tantular kepada Deputi Gubernur Bidang IV Budi Mulya. Pemberian tersebut dikatakan di dalam peradilan, membuat terdakwa perkara korupsi itu, pernah dinonaktifkan.

Bekas staf Gubernur BI, Onik Wijanarko, dalam kesaksiannya saat persidangan mengatakan, pernah terjadi dua kali rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait dugaan penerimaan uang dari pemilik bank gagal itu. Pertama, kata dia, terjadi pada 2011.

"Rapat khusus, untuk membahas (pemberian) itu," ungkap dia, sebagai saksi dalam sidang lanjutan Budi, di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (10/4).

Rapat tersebut, diterangkan Onik tidak lain adalah untuk memastikan indikasi pelanggaran pejabat bank sentral terindikasikan menerima hadiah dari instansi perbankan terawasi. Pertemuan para Dewan Gubernur selanjutnya, dikatakan Onik, adalah untuk memberikan vonis nonaktif kepada Budi.

Kesaksian Onik, diyakinkan oleh staf gubernur lain, Debrina Widiyanti. Dalam kesaksian yang sama, dia memperjelas hal itu tercatat dalam risalah pertemuan dewan gubernur ke dua. "Catatannya (pembahasan Budi oleh dewan gubernur) ada," ujar dia.

Kesaksian dalam persidangan kali ini, sebenarnya terungkap juga dalam dakwaan oleh jaksa. Seperti diketahui, Jaksa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Budi dengan tuduhan telah menyalahgunakan kewenangan atas jabatan, dengan melakukan tindakan melawan hukum berupa kebijakan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) senilai Rp 689 miliar kepada BC pada 2008.

Pemberian FPJP oleh bank sentral itu, akhirnya membawa BC mendapat status sebagai bank gagal,berdampak sistemik. Yang berhak atas dana talangan atau bailout senilai Rp 6,7 triliun. Bailout itu, berasal dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Akibat kebijakan itu, jaksa menilai kebijakan Budi, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 7,4 triliun.

Selain itu, jaksa dalam dakwaannya, juga menuduh Budi telah menerima uang Rp 1 miliar dari pemilik BC, Robert. Sejumlah itu dinilai jaksa, terkait dengan kebijakan Budi, yang setuju dalam pemberian FPJP, dan setuju untuk menetapkan BC sebagai lembaga perbankan gagal, yang berdampak sistemik.

Lewat kuasa hukum Budi, Luhut Pangaribuan mengatakan uang Rp 1 miliar itu sebenarnya tida ada kaitannya dengan FPJP dan kebijakan penetapan BC sebagai bank gagal dan harus digelontrokan dana. "Uang Rp 1 miliar itu, objeknya adalah perdata. Bukan terkait Bank Century," terang dia, Kamis (10/4).

Diterangkan Luhut, kliennya memang berteman baik dengan Robert. Hubungan keduanya, membuat Robert pernah beri pinjaman sejumlah yang dimaksud untuk kepentingan usaha Budi. Kliennya itu, diungkapkan Luhut, ketika itu, Budi sedang dalam masa untuk mengeksekui tanah di bilangan Jakarta.

Meski pun Luhut menyayangkan pemberian uang tersebut. Tapi, dikatakan dia, dakwaan KPK atas Budi, adalah cacat logika, dengan memasukkan asumsi-asumsi penerimaan dana yang, menurut dia sebenarnya tidak ilegal. "Jaksa menuduh Budi, dengan pasal korupsi. Bukan gratifikasi,l terang dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement