REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Meski Partai Golkar memperoleh suara antara 14 – 15 persen versi hitungan cepat dan menduduki posisi kedua setelah PDI Perjuangan, namun pencapresan Aburizal Bakrie (Ical) tetap harus dievaluasi. Sebab, popularitas dan elektabilitas figur tersebut dinilai tidak mampu bersaing dengan Jokowi dan Prabowo.
Pengamat UGM Ary Dwipayana mengatakan, kalau tidak ada evaluasi, maka terjadi proses pembiayaran atas pencalonan tersebut. Namun bagaimana kondisi ke depan, tergantung pada dinamika di internal parpol itu, apakah perolehan suara pileg menjadi momentum mereka mengevaluasi Ical.
“Kemungkinan ARB (Ical) digoyang oleh internal Golkar masih bisa terjadi. Namun kalau memang dia tetap maju sebagai capres, maka cawapres lah yang harus diyakini meningkatkan elektabilitas secara signifikan,” kata Ary saat dihubungi Republika, Kamis (10/4).
Pengamat Politik UNILA, Ariska Warganegara menambahkan, Golkar dan Ical harus sadar diri, dalam pilkada dan pilpres, publik lebih melihat tokoh ketimbang partai. Menurut dia, capres hasil musyawarah nasional (Munas) Golkar itu belum mampu bersaing dengan Jokowi dan Prabowo Subianto.
Namun melihat perolehan suara Partai Golkar yang dianggap mampu mengimbagi PDI Perjuangan, maka Ical akan tetap diarahkan sebagai capres. Bila itu yang terjadi, satu-satunya strategi parpol tersebut adalah memaksimalkan figur pendamping yang menjadi cawapres.
“Sebab hasil pileg kali ini, perolehan suara mereka bisa dikatakan naik di banding 2009 lalu, karena itu posisi ARB (Ical) mungkin masih akan dipertahankan oleh Golkar,” ujar dia.