Oleh Ahmad Baraas
REPUBLIKA.CO.ID, Bangunan itu tampak berdiri megah di antara sesaknya Denpasar. Dengan statusnya sebagai sekolah berprestasi, moleknya bangunan itu kian kentara. Tampak beragam motif ukiran khas Bali menghiasi sekolah yang terletak di Jalan Gunung Rinjani, Denpasar.
Beberapa siswi SMAN 4 Denpasar memang menjadi jawara di level nasional. Sebut saja nama Ni Kadek Aprivanti yang berhasil mendapatkan predikat sebagai siswi dengan nilai ujian nasional (UN) tertinggi senusantara pada tahun lalu dengan nilai 9,87.
Hanya, ada senoktah noda di tengah sederet prestasi sekolah tersebut. Laporan tim advokasi pembelaan hak pelajar Muslim menyebutkan, SMAN 4 Denpasar memiliki kebijakan untuk melarang jilbab. Larangan tersebut tertulis pada buku agenda siswa di tata tertib bagian I dalam poin ke-4. Isinya, “Tidak menggunakan atribut/pakaian keagamaan.”
Pada Sabtu (1/3), Republika berupaya mendapatkan konfirmasi atas dugaan tersebut. Hanya, rupanya pihak sekolah tak berkenan memberikan keterangan. Republika diterima oleh petugas penerima tamu sekolah yang menanyakan keperluan bertemu kepala sekolah.
Setelah masuk ke ruangan kepala sekolah, petugas perempuan itu menyatakan kepala sekolah, Dr I Wayan Rika MPd, menugaskan Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Humas Dra Ni Wayan Sasih Artini MPd untuk menerima wartawan Republika.
“Tapi, nggak bisa hari ini, Pak, tapi Jumat (7/3) pekan depan. Menurutnya, Wakasek Bidang Humas sedang menemani para siswa yang sedang studi banding ke Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.
Republika pun meminta izin ingin bertemu pejabat sekolah yang lain. Lalu, petugas penerima tamu itu kembali masuk ke ruangan kepala sekolah. Dia kemudian menghubungi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Made Sudana SPd MPd. Oleh Sudana, Republika dipersilakan datang lagi nanti menemui Sasih Artini. Alasan yang dikemukakan Sudana agar tidak salah prosedur.
Ditanya soal ketentuan pengenaan seragam di sekolah, Sudana mengatakan, bukan kewenangannya untuk menjawab. Ketika didesak agar meminta izin ke kepala sekolah untuk menggantikan Sasih Artini memberikan penjelasan, Sudana menyebut kepala sekolah sedang tidak ada di kantor. “Tidak ada di kantor, Bapak Kepala Sekolah sedang ke luar,” katanya.
Republika lantas mewawancara sejumlah mantan siswi yang pernah bersekolah di sekolah yang sarat dengan prestasi belajar tingkat nasional itu. Mereka menyebutkan kalau larangan berjilbab sudah ada di SMAN 4 Denpasar sejak 1980-an. Beberapa siswi yang enggan menyebut nama itu selama ini memilih tidak mengenakan jilbab karena takut bila mendapat sanksi dari sekolah itu.
Dalam laporan investigasi tim advokasi dari Pelajar Islam Indonesia (PII), tertera ada 21 SMP dan SMA negeri di Bali yang terbukti melarang jilbab dengan aturan tertulis dan larangan lisan. Tujuh sekolah berada di Denpasar, empat sekolah ada di Badung, delapan sekolah terletak di Buleleng, satu sekolah berada di Jembrana, dan satu sekolah lainnya terletak di Tabanan.
Beragam cara dilakukan sekolah-sekolah tersebut untuk melarang jilbab. Contohnya, SMPN 3 Singaraja. Berdasarkan laporan tim investigasi, sekolah yang terletak di Buleleng ini menerapkan larangan tidak tertulis dari kepala sekolah atas nama lembaga.
Pelarangan terjadi ketika salah seorang siswi bersama dengan tim advokasi meminta izin untuk menggunakan jilbab di sekolahnya. “Tidak diizinkan menggunakan jilbab karena sudah ada aturan baku sekolah mengenai seragam siswa,” kutip laporan tersebut.