Sabtu 01 Mar 2014 04:40 WIB

Greenpeace Dukung Penegakan Hukum Terhadap Pencemaran Citarum

Rep: Rr. Laeny Sulistywati/ Red: Bilal Ramadhan
Seorang pemulung mencari rongsokan di Sungai Citarum di daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Seorang pemulung mencari rongsokan di Sungai Citarum di daerah Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang lingkungan Greenpeace mendukung tindakan hukum terhadap industri yang melakukan pencemaran bahan kimia berbahaya di Sungai Citarum, Jawa Barat (Jabar).

Juru Kampanye Detox Greenpeace Indonesia  Ahmad Ashov Birry mengatakan, Greenpeace mendukung penegakan hukum oleh pemerintah terhadap industri pencemar Sungai Citarum dan mendorong agar proses tersebut dilakukan secara tegas dan transparan hingga tuntas. “Penegakan hukum adalah salah satu syarat dasar yang harus terus secara konsisten dilakukan Pemerintah untuk melindungi sungai, lingkungan, warga, dan generasi mendatang dari dampak bahan-bahan kimia beracun dan berbahaya,” katanya, Jumat (28/2).

Dia menjelaskan, temuan pemerintah mengenai sejumlah industri yang kedapatan mencemari Sungai Citarum menggambarkan bagaimana industri mengambil keuntungan dari sebuah sistem yang tidak menuntut aktifitas industri yang transparan, termasuk aktifitas pembuangan bahan kimia berbahaya.

Persoalan ini ditambah dengan regulasi yang tidak memadai gagal untuk mencegah pembuangan bahan-bahan kimia berbahaya ke dalam lingkungan. Ahmad menilai, kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi polusi air di Indonesia masih sangat bergantung pada pendekatan kontrol polusi (atur dan awasi) daripada pencegahan polusi.

“Padahal, sistem ini memiliki beberapa kelemahan,” ujarnya. Kelemahan itu dilihat dari mengijinkan keberadaan bahan berbahaya beracun sampai batas tertentu, bukan pencegahan penggunaan dan pembuangannya. Standar tersebut hanya meliputi parameter dan jenis bahan kimia yang terbatas, tidak merefleksikan kompleksitas limbah industri dan beragam bahan kimia berbahaya yang digunakan industri.

Selain itu, Greenpeace menilai kurangnya kapasitas untuk mendeteksi pelanggaran dari aturan yang ditetapkan pemerintah, dan respon cepat dan tegas saat pelanggaran terjadi. Greenpeace juga menilai kurangnya informasi hasil monitoring pembuangan limbah industri yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

“Untuk keluar dari masalah ini, Greenpeace menilai diperlukan pergeseran paradigma dari hanya pendekatan reaktif (atur dan awasi) seperti sekarang ini menuju pendekatan preventif,” ujarnya.

Pihaknya menilai pendekatan preventif mengatur agar penggunaan bahan kimia berbahaya beracun dihilangkan dari sumbernya, melalui skema produksi bersih, dan substitusi secara progresif dengan bahan yang aman.

Jadi, kata Ahmad, pemerintah untuk terus beraksi menegakkan hukum terhadap industri pencemar dan juga beraksi mendorong industri menuju nol pembuangan bahan kimia berbahaya untuk memastikan sungai-sungai, lingkungan dan masa depan Indonesia yang bebas bahan kimia beracun dan berbahaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement