Jumat 28 Feb 2014 16:27 WIB

DPR Klaim RUU KUHP Perluas Kewenangan KPK

Rancangan KUHP ilustrasi
Foto: pdk.or.id
Rancangan KUHP ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Tim Perumus RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Muladi mengatakan revisi KUHP justru akan memperkuat atau memperluas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia.

"Terdapat berbagai alasan RUU KUHP justru memperkuat atau memperluas area kewajiban dari kewenangan KPK," kata Muladi di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, RUU KUHP telah mengadopsi Konvensi PBB untuk melawan Korupsi melalui UNCAC tahun 2003 yang telah diratifikasi Indonesia. Mantan menteri kehakiman itu mencontohkan Pasal 691 RUU KUHP yang mengatur tentang kriminalisasi penggunaan atau memperdagangkan pengaruh (trading in influence) yang belum diatur dalam UU Tipkior. Demikian juga Pasal 693 terkait suap terhadap pejabat asing atau pejabat organisasi internasional.

Selain itu, Pasal 694 mengatur tentang korupsi di sektor swasta yang selama ini belum diatur. Sebagaimana diberitakan, pembahasan RUU KUHP dan KUHAP menuai perdebatan mengenai pelemahan terhadap KPK. Selain itu, terdapat anggapan pemerintah maupun DPR berupaya mengebiri kewenangan KPK melalui revisi KUHP dan KUHAP.

Di lain pihak, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan penyusunan RUU KUHP dan KUHAP tidak menerapkan prinsip pemerintahan terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Salah satu indikasinya adalah tidak adanya pelibatan KPK dalam penyusunan draft RUU KUHP dan KUHAP.

KPK juga telah mengirimkan surat terkait permintaan pencabutan atau penundaan pembahasan RUU KUHP dan KUHAP kepada Presiden, DPR dan panitia kerja (panja) RUU KUHP dan KUHAP di parlemen. KPK keberatan waktu pembahasan dari revisi undang-undang tersebut tidak akan maksimal dan asal jadi menilik masa bakti legislatif yang tinggal tujuh bulan atau setelah Pemilu 2014.

Belakangan, pemerintah menolak permintaan KPK lantaran salah satu alasannya adalah draft RUU KUHP dan KUHAP telah disampaikan kepada DPR.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement