Rabu 29 Jan 2014 00:21 WIB

Mantan Komisioner KPK Tantang PPATK Buktikan Aliran Dana Kliennya

Chandra Hamzah
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Chandra Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra Hamzah, yang juga kuasa hukum M Bahalwan, tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2, menantang Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan terkait dugaan aliran dana Rp90 miliar.

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dapat membuktikan dugaan aliran dana senilai Rp90 miliar yang berasal dari proyek tersebut seperti yang ditudingkan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung, kata Chandra Hamzah dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa malam.

"Harusnya dijelaskan saja terkait uang itu, suruh saja PPATK cari tahu dari mana uang itu," katanya.

Menurut Chandra, saat ini tidak ada kejelasan dari pihak Kejaksaan Agung terkait dugaan aliran dana tersebut.

"Sampai sekarang dari pihak Kejaksaan, masih belum ada kejelasan kepada kami terkait uang itu," katanya.

Dia menjelaskan karena dugaan aliran dana tersebut menyebabkan M.Bahalwan ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, penetapan M. Bahalwan sebagai tersangka diduga kuat karena ditemukannya aliran dana yang mencurigakan dalam rekening pribadi tersangka yang berasal dari proyek pengadaan pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 sebesar Rp90 miliar.

Dalam kasus tersebut, pihak Kejagung sebelumnya telah menahan lima orang tersangka yakni Chris Leo Manggala selaku Mantan General Manager KITSBU, Surya Dharma Sinaga selaku Manager Sektor Labuan Angin, A?Supra Dekanto selaku Direktur Produksi PT. Dirgantara Indonesia, Rodi Cahyawan selaku Karyawan Badan Usaha Milik Negara PT. PLN Pembangkit Sumbagut dan Muhammad Ali selaku Karyawan Badan Usaha Milik Negara PT. PLN Pembangkit Sumbagut.

Namun, masih ada satu orang yang masih belum disidik dan dimintai pertanggung jawaban hukumnya oleh pihak Kejagung terkait kasus tersebut yakni Direktur Utama (Dirut) PT Sri Makmur, Yuni yang kerap mangkir ketika diagendakan untuk diperiksa oleh tim penyidik.

Selain itu, pihak Kejagung sampai saat ini masih belum berani menetapkan status buron kepada Yuni, yang telah terlibat dalam kasus penggadaan Flame Tube GT-1.2, 2007 di PLTGU Belawan, Sumatera Utara senilai Rp23 miliar.

Penyidik Kejagung menduga ada penggelembungan harga (mark up) dan barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi Flame Turbin di PLN Belawan pada tahun anggaran 2007, 2008, dan 2009.

Pada saat itu, PT Siemens Indonesia yang memiliki reputasi internasional terkait Original of Manufacture (OEM), kalah dengan MAPNA dari Iran yang kapasitasnya bukan non OEM.

Panitia pengadaan barang dan jasa memenangkan penawar tertinggi dan MAPNA. Harga spare part non OEM memang lebih murah 40 persen dibandingkan dengan OEM. Namun kenyataannya Flame Turbin tersebut tidak dapat dioperasikan karena rusak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement