Kamis 16 Jan 2014 21:30 WIB

Soetrisno Bachir: Pemerintah Jangan Mau Disetir Asing Dalam Kelola Minerba

soetrisno bachir
Foto: antara
soetrisno bachir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

 

Indonesia dikenal sebagai pengekspor mineral mentah terbesar di dunia, namun industri dalam negerinya keropos. “Ini adalah sebuah ironi,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Soetrisno Bachir dalam Majelis Reboan di Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (15/1) malam lalu.

Pemerintah Indonesia dinilai masih sangat tergantung kepada perusahaan asing dalam mengelola sumber daya alamnya. “Pemerintah lemah menghadapi tekanan luar, sehingga gampang disetir oleh kepentingan asing,”  ujarnya.

Hal ini tampak dari dibuatnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengolahan Mineral dan Batubara (Minerba), yang mencerminkan inkonsistensi terhadap amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Inkonsistensi itu semakin tampak dari masih diizinkannya PT Newmont dan PT Freeport untuk mengekspor mineral mentah, jelas Soetrisno.

Soetrisno menepis alasan bahwa revisi dua peraturan turunan UU Minerba adalah karena khawatir terhadap melemahnya sektor tambang dan perekonomian Indonesia, termasuk isu PHK massal. Ia menilai hal ini karena pemerintah kurang konsisten dalam menerapkan kebijakan.

Soetrisno menjelaskan bahwa sebetulnya pemerintah sudah mengantisipasi dampak dari pelaksanaan UU Minerba ini. “Undang-undangnya sudah disahkan lima tahun lalu, pasti sudah ada hitungannya. Ada dampak ekonomi sekian triliun, yang harus bisa diatasi dengan berbagai program, misalkan optimalisasi pendapatan lain yang bisa menambal kekurangan karena penghentian ekspor mineral mentah," urainya.

Dia tidak menginginkan bahwa ternyata inkonsistensi pelaksanaan UU Minerba ini terjadi karena kombinasi antara ketakutan dan kerakusan yang didahapi pemerintah.

“Jangan sampai hal ini disebabkan karena dua kelemahan mental pemerintah. Yakni karena takut terhadap tekanan dari pihak asing, dan rakus karena berharap imbalan dari sogokan asing. Apalagi ini adalah tahun politik, yang juga membutuhkan biaya operasional tinggi,” sindirnya.

Dorongan agar pemerintah mengedepankan kepentingan nasional dan berani menghadapi tekanan asing juga muncul dari para tokoh yang juga aktif dalam forum tersebut seperti mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Presidium ICMI Marwah Daud Ibrahim, dan anggota DPD Sofwat Hadi, Didik J Rachbini, Yusuf Asyari, serta para aktivis dari berbagai parpol, ormas, dan kekuatan politik lainnya.

“Karenanya, KPK dan aparat penegak hukum agar tidak tutup mata terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang pejabat negara dalam melunaknya sikap pemerintah ini,” demikian pungkas Soetrisno Bachir selepas acara diskusi Majelis Reboan tersebut.

Sebagaimana diketahui, bahwa KB PII adalah perhimpunan yang mewadahi alumni Pelajar Islam Indonesia (PII) yang banyak mewarnai sejarah umat Islam Indonesia sejak tahun 1947.

Perhimpunan KB PII sendiri didirikan pada 28 Mei 1998 di Masjid Istiqlal di Jakarta. Hingga saat ini KB PII telah memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, serta hampir keseluruhan Kabupaten dan Kota di Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement