Jumat 10 Jan 2014 17:00 WIB

Penerbangan Komersial Terjadwal di Halim Hanya Sementara

 Suasana Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/1), jelang dioperasikan sebagai bandara komersil.   (Republika/Wihdan Hidayat)
Suasana Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/1), jelang dioperasikan sebagai bandara komersil. (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang Susantono mengatakan penerbangan komersial terjadwal di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta hanya sementara, selagi menunggu bandara baru sekelas Bandara Soekarno Hatta di Jakarta.

"Mungkin tidak lebih dari 10 tahun. Kita akan evaluasi dari tahun ke tahun karena nanti kalau sudah ada bandara baru tentu Halim akan lebih difokuskan pada fungsi sebelumnya, seperti penerbangan VVIP atau pertahanan," kata Bambang usai acara peresmian penerbangan perdana maskapai Citilink di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/1).

Menurut Bambang pengalihan penerbangan ke Bandara Halim merupakan upaya jangka pendek untuk mengatasi kepadatan arus lalu lintas penerbangan di Bandara Soekarno Hatta.

Sebagai bandara yang sejak awal disiapkan untuk kebutuhan militer Indonesia, Bandara Halim tetap memiliki kekhususan sendiri, meskipun saat ini sudah dibuka untuk penerbangan komersial terjadwal karena adanya 'unexpected delay' atau penundaan penerbangan mendadak jika ada keperluan militer atau kunjungan kenegaraan.

"Pengalihan penerbangan ini kan solusi jangka pendek, memang tidak signifikan secara 'absolute number' mengurangi kepadatan di Soetta, tetapi kan memindahkan beban di sana pada jam-jam tertentu sehingga bisa mengatasi kapasitas ideal pergerakan (penerbangan)," jelas Bambang.

Menurut Bambang, untuk mengatasi kepadatan arus lalu lintas penerbangan mau tidak mau harus di bangun bandara baru yang levelnya sama dengan Bandara Soekarno Hatta dengan kapasitas 70 juta penumpang yang datang dan pergi dari bandara.

Bambang mengatakan bandara baru ini akan dibangun berdekatan dengan wilayah timur Jakarta yang padat penduduknya. Selain itu, masyarakat punya pilihan untuk memilih bandara terdekat dari rumah masing-masing apakah di barat (Bandara Soetta) atau di timur (bandara baru).

Sementara ini, daerah Karawang dinilai paling ideal untuk dibangun bandara. "Dari hasil studi ada tujuh alternatif calon, tapi paling ideal di Karawang. Nanti akan disesuaikan satu tata ruangnya dan tentu penyesuaian agar tidak mengganggu aktivitas pertanian di sana," ungkapnya.

Bandara yang ditaksir menelan biaya pembangunan hingga Rp10 triliun itu, lanjut Bambang, akan didesain sebagai bandara yang ramah lingkungan atau 'eco airport.'

"Jadi memang nggak akan lucu kalau tiba-tiba bandara baru itu mengganggu lingkungan. Jadi, misalnya, jalan akses ke bandara di atas aliran irigasi sehingga tidak mengganggu aktivitas pertanian," tutur Bambang.

Ia menambahkan bandara baru ditargetkan sudah berdiri pada lima hingga enam tahun kedepan.

"Kita butuh kira-kira 2-3 tahun untuk membangun secara bertahap. Dari awal desainnya 'Public Private Partnership' atau kerja sama pemerintah-swasta. Dan saya kira sudah cukup banyak orang yang berminat. Tentu saja pembangunannya akan melalui proses tender terbuka, transparan, sehingga siapapun yang mengelola tentu terbaik untuk masyarakat," jelas Bambang.

Oleh karena kepadatan arus lalu lintas penerbangan di Soekarno Hatta sudah mendesak, maka selain upaya jangka pendek dengan pengalihan penerbangan di Halim juga dilakukan penanganan jangka menengah yang dilakukan bertahap hingga tahun 2016.

"Ada perluasan terminal, kemudian peningkatan kapasitas navigasi, pembuatan 'cross-over taxiway' agar dua 'runway' terhubung, dan juga satu lagi penambahan 'runway' ketiga," papar Bambang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement