REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan menggunakan sistem pola pembayaran Indonesia Case Absed Groups (INA-CBG's) dalam pelayanan pembayaran. Apa itu sistem INA-CBG's? dan bagaimana mekanisme pembayarannya?.
Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajri Adinur menjelaskan, sistem INA-CBG's yang digunakan BPJS Kesehatan ini berbeda dengan sebelumnya, yakni bukan 3.1 tetapi 4.0. Sesuai dengan regulasi, ada kendali mutu di dalamnya. Kendali mutu ini terkait baik dari profesi, akademisi, pakar, asosiasi, hingga dinas kesehatan.
"Ada perbaikan mutu pelayanan medis, selain itu juga lebih baik dari segi biaya," kata Fajri saat konferensi pers di Media Center BPJS Kesehatan, Jakarta, Senin (6/1).
Sejak dicanangkan pada 1 Januari lalu, menurut Fajri, sudah ada perbaikan dalam pembiayaan. Kenaikan tarif di 2014, terangnya, sudah disesuaikan dengan pengelompokkan jenis rumah sakit, yakni D, C, B, dan A.
Dalam INA-CBG's sebelumnya yang berlaku di Jamkesmas dan sebagainya, hanya ada fasilitas untuk kelas 3 saja. Namun dalam BPJS Kesehatan, ungkap Fajri, sudah tersedia perawatan hingga kelas 1 dan RS Umum atau RS Kanker rujukan.
Selisih tarif antara jenis rumah sakit hanya berkisar 20 hingga 40 persen saja. "Sehingga ini tidak menimbulkan ketimpangan dari tiap jenis rumah sakit," jelas Fajri.
Memang di dalam INA-CBG's ada diagnosa-diagnosa tertentu yang tidak bisa dilakukan di semua jenis rumah sakit. Namun pada masa awal seperti ini tidak bisa menyimpulkan sistem ini secara matematika. Namun sistem secara keseluruhan berbentuk satu rangkaian. Pengobatan dilakukan ketika sakit hingga sembuh.
Kemudian nilai kapitasi juga dinaikkan. Kapitasi merupakan pembayaran yang diakumulasikan dari jumlah peserta terdaftar, bukan perkunjungan. Sebelumnya PT Askes membayar kapitasi untuk Puskesmas atau klinik sebesar Rp 5 ribu, kini naik menjadi Rp 8 ribu. Angka tersebut untuk Puskesmas atau klinik yang memiliki pelayanan dokter umum, obat-obatan, dan lainnya. Apabila memiliki pelayanan dokter gigi maka kapitasi menjadi Rp 10 ribu.
Adanya kapitasi ini untuk menyeimbangkan penghasilan tenaga medis yang merata. Sehingga tidak terjadi ketimpangan. Banyak atau sepi pasien, tenaga medis tetap memiliki penghasilan. Sebab tujuannya untuk memotivasi masyarakat agar hidup sehat. Kapitasi ini juga mampu menjadi alat kendali biaya yang ada dalam regulasi.
Seorang peserta BPJS Kesehatan bisa memilih sendiri tempat berobat yang sudah ditentukan. Misalnya, seorang warga di Jakarta Timur bisa memilih puskesmas atau klinik yang dekat dengan tempat tinggalnya. Apabila tidak sesuai, peserta bisa pindah ke tempat lain dengan syarat waktu tiga bulan setelah terdaftar. Hal ini juga bisa mengantisipasi lonjakan pasien yang tidak merata di instansi layanan pengobatan.
Hingga saat ini sebanyak 116 juta peserta BPJS Kesehatan yang sudah terdaftar merupakan peralihan dari PBI, Askes, dan TNI/Polri. Sementara sejak 1 januari resmi berubah, sudah 30 ribu peserta mandiri yang mendaftar di seluruh Indonesia. Aset PT Askes saat ini masih dalam proses audit. "Kira-kira 15 Januari nanti baru rampung," kata Fajri.