REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Hingga kini para pengguna di Indonesiam asih takut untuk melapor jika dirinya sebagai pengguna narkotika, sehingga upaya untuk merehabilitasi para pencandu kurang tercapai.
"Mereka masih takut untuk melapor, padahal untuk saat ini diarahkan agar pengguna itu disidik, dituntut dan direhabilitasi," kata Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Anang Iskandar saat meresmikan gedung baru BNN Kota Kediri, Sabtu (28/12).
Ia mengatakan, pada 2012, anggaran untuk BNN mencapai Rp20 miliar, tapi dari nominal itu hanya terserap sekitar Rp2 miliar, atau masih sekitar 20 persen.
Ia juga mengakui, jumlah kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia sangat besar, dari rata-rata mereka hanya menjadi korban. Mereka diberi iming-iming narkotika, yang awalnya gratis, tapi setelahnya diharapkan membeli.
Selain itu, jumlah kantor BNN juga masih terbatas. Saat ini d i seluruh Indonesia, jumlahnya masih sekitar 100 unit, dari seharusnya 500 unit.
Andang menyebut BNN terus berusaha untuk melakukan komunikasi dan kerjasama dengan seluruh pihak, terutama rumah sakit untuk keperluan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) bagi korban penyalahgunaan narkotika. Di Kediri, IPWL yang ditunjuk adalah RS Bhayangkara Kediri.
"Kami bisa lakukan kerjasama. Di Thailand saja, bisa menggunakan milik tentara atau polisi, dan di Indonessia pun pasti bisa. Kami akan kerjasama dengan rumah sakit," katanya.
Ia berharap, masyarakat tidak lagi takut melaporkan dirinya sebagai korban penyalahgunaan narkotika. Lewat tindakan medis, akan dibantu untuk pemulihan. Namun, ia tetap menegaskan yang bersangkutan harus bisa menjaga lingkungan, agar tidak lagi terjerumus mengonsumsi narkotika.
Sementara itu, Kepala BNN Kota Kediri AKBP Lilik Dewi Indarwati mengatakan sudah mempunyai beragam program untuk persiapan 2014. "Kami fokus agar pengguna lebih baik direhabilitasi dan bukan di penjara," katanya.