REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penegakan hukum merupakan kewibawaan suatu negara sehingga hukum harus ditegakkan, kata Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar.
"Apabila penegakan hukum di suatu negara tidak bisa diciptakan maka kewibawaan negara tersebut pun runtuh," katanya pada refleksi akhir tahun bertema 'Penegakan Hukum: Antara Cita dan Fakta', di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, penegakan hukum di Indonesia cukup memprihatinkan terutama tindak pidana korupsi yang bersifat sistemik dan memunculkan banyak ketidakadilan bagi masyarakat.
"Hingga 2013 kejahatan hak asasi manusia bermetamorfosis menjadi perampasan hak-hak ekonomi dan sosial milik rakyat melalui gurita korupsi politik yang endemik. Korupsi sudah merayap ke berbagai sektor dan instansi di Indonesia yang tentu menghancurkan moral bangsa," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, seorang penegak hukum dituntut untuk menambah dan memaksimalkan pengetahuan hukum, meningkatkan "skill" berupa "legal technical capacity", dan yang paling penting adalah memiliki integritas moral untuk menegakkan hukum.
Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy OS Hiariej mengatakan ada empat faktor yang harus dimiliki untuk menegakkan hukum yakni undang-undang, profesionalisme penegak hukum, sarana dan prasarana hukum, dan budaya hukum masyarakat.
"Keempat hal tersebut belum dimiliki oleh Indonesia. Bagaimana para penegak hukum bisa profesional jika dalam pola rekrutmen penegak hukum saja sudah rusak, praktik sogok menyogok untuk menjadi aparat hukum sudah menjadi rahasia umum," katanya.
Menurut dia, kesadaran hukum masyarakat tidak terlepas dari sistem hukum, maka para penegak hukum harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam menegakkan hukum. Selain itu, karut-marut undang-undang juga merupakan hal yang harus diperbaiki di Indonesia.