REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pejabat Kantor Imigrasi Mataram menilai wisatawan Australia tetap betah di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), meskipun ada peringatan "travel warning" atau peringatan bepergian yang dikeluarkan Pemerintah Australia.
"Dilihat dari antusiasme perpanjangan izin tinggal, maka dapat disimpulkan wisatawan Australia tetap betah di Lombok," kata Kasi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Kantor Imigrasi (Kanim) Mataram Indra Iskandarsyah, di Mataram, Senin (25/11).
Ia mengatakan, belakangan ini setiap hari 5-10 orang wisatawan Australia mengajukan perpanjangan izin tinggal di Kanim Mataram.
Wilayah hukum Kantor Imigrasi Mataram mencakup Pulau Lombok, dan pulau-pulau kecil (gili) di sekitarnya. Untuk Pulau Sumbawa dan gili di sekitarnya merupakan kewenangan Kanim Sumbawa.
Warga Australia berkunjung ke Pulau Lombok, NTB, menggunakan visa on Arrival (VoA) yang diperoleh di bandara tujuan, dengan lama tinggal 30 hari, dan dapat diperpanjang sekali sehingga totalnya 60 hari kunjungan.
"Sejauh ini masih tetap seperti biasa, tidak ada pengaruhnya terkait ketegangan Indonesia-Australia akibat aksi penyadapan itu. Warga Australia yang mengajukan perpanjangan izin tinggal masih tetap banyak," ujarnya.
Indra juga mengemukakan bahwa warga Australia yang berkunjung ke Pulau Lombok menggunakan penerbangan langsung Jetstar untuk rute Perth-Lombok, juga tetap banyak, bahkan ada peningkatan jumlah penumpang Jetstar Airways untuk rute penerbangan dari Perth, Australia, ke Bandara Internasional Lombok (BIL) di NTB.
Sejak 24 September 2013, Jetstar melayani rute penerbangan Perth-Lombok, empat kali seminggu setiap Selasa, Kamis, Jumat dan Minggu.Awalnya "load factor" penerbangan Jetstar hanya 40 persen, dan terus meningkat hingga melebihi target manajemen Jetstar yakni 70 persen.
Dari kapasitas tempat duduk pesawat Jetstar jenis Airbus A320 sebanyak 180 orang, pernah mencapai 170 orang, dan didominasi oleh warga Australia."Beberapa hari terakhir, warga asing yang menggunakan Jetstar berkisar antara 95-100 orang setiap penerbangan, dan juga didominasi oleh warga Australia," ujarnya.
Pemerintah Australia menerbitkan larangan berkunjung atau "travel warning" bagi warga negaranya yang berada atau akan ke Indonesia menyusul meningkatnya protes terkait penyadapan yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Australia kepada sejumlah pejabat Indonesia.