Jumat 06 Mar 2015 19:35 WIB

Disadap, JK: Hati-hati Bicara di Telepon

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ilham
Jusuf Kalla
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selandia Baru dan Australia menyadap Perangkat komunikasi pejabat penting dan operator jaringan telepon seluler Telkomsel Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun memberikan imbauan agar para pejabat mulai berhati-hati dan waspada saat bicara menggunakan telepon.

"Hati-hati bicaralah kalau di telepon. Jadi hati-hati saja, siapa yang mau bicara rahasia ya ketemu langsung, atau pakai telepon anti sadap," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (6/3).

Ia pun mengatakan, aksi penyadapan ini bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, mantan Presiden SBY dan para pejabat lainnya juga pernah mengalami penyadapan oleh Australia. 

Penyadapan ini, kata dia, didorong oleh canggihnya teknologi saat ini. "Teknologi sekarang Anda bisa menyadap dari sini, di Amerika, ini kan karena teknologi sudah demikian mudahnya," kata dia.

JK melanjutkan, di Indonesia penyadapan juga terjadi dan dilakukan oleh sejumlah institusi pemerintah. "Di dalam negeri juga bisa menyadap orang, KPK juga sadap orang, polisi juga bisa sadap teroris, ya begitu," tambah Kalla.

Kendati demikian, ia mengatakan pemerintah tak akan memperkuat sistem komunikasi untuk menghindari terulangnya kembali penyadapan. Sebab, kata JK, sistem komunikasi mereka juga dapat lebih diperkuat lagi. Selain itu, pemerintah pun tak dapat melayangkan protes lantaran penyadapan ini belum bisa dibuktikan. 

Sebelumnya, perangkat komunikasi pejabat penting dan operator jaringan telepon seluler Telkomsel Indonesia disadap Selandia Baru dan Australia. 

Kontraktor Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward J Snowden mengungkapkan, dua negara tersebut memata-matai Indonesia dan negara kecil Kepulauan Pasifik lain sejak 2009. 

Berdasarkan dokumen rahasia yang dibocorkan Snowden, setiap informasi yang didapat dari pejabat penting Indonesia dan Kepulauan Pasifik didapatkan dari saluran telepon, surat elektronik, pesan media sosial, dan berbagai metode lain. Penyadapan tersebut dilakukan oleh agen intelijen Selandia Baru, Birokrasi Keamanan Komunikasi Pemerintah (GCSB). 

Kasus penyadapan ini pernah terjadi terhadap mantan Presiden SBY dan Ibu Anu Yudhoyono pada 2013, lalu. Penyadapan dilakukan ASD dan berimbas pada penarikan Duta Besar Nadjib Riphat Kesoema yang tengah bertugas di Canberra. SBY juga membekukan tiga bidang kerjasama untuk sementara waktu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement