Senin 18 Nov 2013 23:03 WIB

Pengamat: Data yang Disadap dari Presiden Bukan 'Top Secret'

Rep: Irfan Fitrat/ Red: A.Syalaby Ichsan
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA.CO.ID
Mata-mata dan penyadapan arus data dan komunikasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Meski intelijen Australia sudah disebut melakukan penyadapan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan koleganya, isi pembicaraan diyakini bukan hal penting. 

Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengungkapkan, informasi tersebut biasanya 90 persen terbuka dan 10 persen lainnya tertutup. "Rata-rata info yang muncul juga info terbuka. Bukan top secret,"ujar Wawan saat berbincang dengan RoL, Senin (18/11).

Dia menjelaskan, alat komunikasi berupa telepon seluler yang dimiliki kepala negara itu tidak hanya satu. Tidak hanya itu, Wawan yakin alat antisadap sudah disiapkan untuk para pejabat negara. "Scrambler, alat pengacak sinyal, itu pasti sudah dipasang. Jadi tidak semudah itu mendapatkan informasi," tambahnya. 

Sebenarnya, ujar Wawan, upaya penyadapan sudah dari dulu dilakukan. Oleh karena itu, tuturnya, pihak terkait harus mengubah kunci-kunci dan mengubah sandi-sandi scrambler.

Dia menjelaskan,  upaya penyadapan itu terus berlangsung karena memang tidak mudah untuk menembusnya. Menurutnya, modifikasi sandi itu juga harus terus dilakukan untuk menghindari penyadapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement