REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengecekan ulang Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bermasalah yang dilakukan KPU Kabupaten Bogokan menunjukkan sebagian besar pemilih belum memiliki NIK, atau NIK tercantum nol.
Bahkan setelah disinkronkan dengan data kependudukan Dinas Dukcapil setempat, sulit ditemukan padanan dan variabel NIK nya dalam sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) Kemendagri.
Ketua divisi umum rumah tangga, perencanaan, keuangan, dan logistik KPU Kabupaten Bogor, Tugiman mengatakan, dari 3.248.565 total pemilih di Kabupaten Bogor, 279.009 di antaranya merupakan pemilih dengan NIK bermasalah.
"Sebanyak 213.321 NIK-nya kosong. Setelah kemarin kami cocokkan dengan data Dukcapil, tidak ditemukan juga padanannya," kata Tugiman, di kantor KPU Kabupaten Bogor, Selasa (12/11).
Pemilih tanpa NIK tersebut ditemukan di beberapa TPS. Misalnya saja di lembaga pemsayarakat Kabupaten Bogor, lebih dari 1.000 pemilih tanpa NIK. Kemudian, di Desa Mampir, Kecamatan Cileungsi ditemukan banyak penduduk yang masa berlaku KTP nya sudah habis. Sebagian besar dari mereka keberatan mengurus KTP terbaru, dan belum memiliki KTP elektronik.
"Katanya biaya pergi ke kantor kelurahan saja sudah mahal untuk sekedar naik ojek. Jadi rata-rata mereka tidak pegang KTP lagi," ujarnya.
Kasus NIK yang tidak valid lainnya misalnya ditemukan banyak pemilih berusia di atas 60 tahun. Mereka merupakan pemegang KTP seumur hidup. Tetapi, KTP yang dipegang tidak sesuai dengan standar baru yang ditetapkan Dukcapil. Sehingga, saat dimasukkan dalam sistem informasi daftar pemilih (sidalih), NIK nya dianggap kosong.
Pemilih yang masih menggunakan KTP lama tersebut, menurut Tugiman cukup banyak ditemukan. Sayangnya, saat dilakukan pengecekan bersama Dinas Dukcapil tidak memberikan data kependudukan yang lengkap. Dukcapil hanya membawa data penduduk secara umum, tanpa rincian alamat hingga TPS. Untuk memberikan NIK baru pun, Dukcapil menyatakan harus ditempuh prosedur baku. Yakni melalui pengajuan surat S0 oleh penduduk tersebut ke Dukcapil setempat.
"Kami harapkan untuk pengecekan ke lapangan selanjutnya ada sinergitas dengan Dukcapil," kata Tugiman.
Ketua KPU kabupaten Bogor Achmad Fauzi menambahkan, pemilih dengan NIK yang belum sesuai dengan standar memang masih banyak.
"Program e-KTP saja kan belum 100 persen, dari yang sudah ada belum tentu semua punya KTP yang standarnya sesuai dengan Kemendagri," kata dia.
Meski begitu, sesuai dengan surat edaran 756 tahun 2013 dari KPU pusat, pengecekan dan validasi data pemilih akan terus dilakukan. Direncanakan pada 19 November hasil pengecekan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) telah tuntas dan dikumpulkan di KPU kabupaten. Selanjutnya, bagi pemilih yang benar-benar belum memiliki NIK akan dimintakan pada Dinas Dukcapil.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay saat melakukan pengecekan ke lapangan (spot check) di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor mengatakan, selain belum memiliki NIK, bisa saja kesalahan terjadi saat pemutakhiran data dan proses memasukkan data ke sidalih.
Misalnya saja saat ditemui langsung di TPS 116 Padurenan, Kelurahan Pabuaran, Cibinong. Terdapat satu pemilih dengan NIK invalid atas nama Parniyah. Setelah dicek, ternyata Parniyah dianggap sebagai pemilih dengan NIK bermasalah lantaran kesalahan pantarlih saat memasukkan data dalam sidalih.
"Jadi memang harus dipastikan apa sebetulnya kesalahannya. Dibuatkan berita acara agar jelas dan terukur tindak lanjutnya, misalnya ada pemilih yang belum ada NIK atau pemilih yang pindah, atau belum terdaftar sama sekali," kata Hadar.
Dalam surat edaran 756, KPU, Bawaslu, pemerintah, Komisi II dan media massa dijadwalkan akan melakukan monitoring dan evaluasi bersama di 10 provinsi. Yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan. Kemudian Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Provinsi Papua Barat.