REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA-- Gubernur Jatim Soekarwo mengancam akan mengambil alih pembahasan dalam persoalan rancangan anggaran pendapatan belanja daerah (RAPBD) 2014 Kota Surabaya jika permasalahan paripurna di DPRD setempat menemui jalan buntu.
"Gubernur bisa saja mengambil alih jika pembahasan RAPBD Surabaya tidak jalan. Ini semua demi kepentingan masyarakat Surabaya," ujarnya ketika ditemui wartawan di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis.
Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo tersebut menjelaskan hal ini karena belum adanya pencabutan status skorsing rapat Paripurna DPRD Kota Surabaya terkait pemilihan wakil walikota (Pilwawali) yang akibatnya melumpuhkan kegiatan pembahasan RAPBD Surabaya tahun depan.
Pasalnya, dengan adanya status skorsing dalam rapat paripurna sebagai alat kelengkapan DPRD pengambil keputusan tertinggi maka agenda lain tidak bisa dijalankan.
Ketua DPD Partai Demokrat Jatim itu mengaku telah bertemu dengan Ketua DPRD Kota Surabaya M. Machmud, yang juga merupakan kader Partai Demokrat dan berkonsultasi terkait Pilwawali tersebut.
Menurut dia, masalah yang ada selama ini yakni tidak efektifnya komunikasi politik antaranggota dewan. "Saya melihatnya seperti itu. Yakni, kurang berjalannya komunikasi politik. Dalam hal ini saya tidak mau menyebut antara siapa dengan siapa, tapi mungkin satu pihak aktif komunikasi, sedangkan lainnya pasif," katanya.
Kendati demikian, pihaknya berharap segera ada pendamping Tri Rismaharini di roda pemerintahan Kota Surabaya usai ditinggal Bambang Dwi Hartono yang mengundurkan diri karena menjadi kandidat Calon Gubernur Jatim 2013.
Disinggung apakah hal ini merupakan intervensi Pemprov, Pakde Karwo membantahnya. Mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur itu menilai hanya memfasilitasi jika terjadi kebuntuan komunikasi politik.
"Yang pasti Demokrat tidak boleh oposisi dalam pemerintahan, kepentingan rakyat harus didahulukan. Mungkin APBD Surabaya tidak lama lagi bisa disahkan," katanya.
Pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya yang seharusnya digelar pada Rabu (6/11) gagal dilaksanakan karena rapat tidak mencapai kuorum. Rapat paripurna pemilihan wakil wali kota akhirnya memutuskan rapat diskors hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Namun hingga rapat pemilihan kedua dilanjutkan pada Kamis ini, tetap saja tidak kuorum. Jika pada hari pertama jumlah anggota DPRD yang hadir 31 orang, pada rapat kedua dihadiri 32 orang.
Sedangkan rapat dinyatakan kuorum harus dihadiri sedikitnya tiga perempat dari 50 anggota DPRD atau sekitar 37 orang.