REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa menegaskan akan mengkaji ulang pertukaran informasi dengan negara sahabat.
Kemenlu tak bisa menerima kemungkinan tindakan penyadapan seperti yang dilakukan Australia dan Amerika Serikat.
Menurut dia, sebenarnya Indonesia secara resmi telah menjalin pertukaran informasi dengan dua negara tersebut. Ia pun menyayangkan tindakan kedua negara tersebut yang menempuh jalur tak resmi.
Atas dasar itu, ucap dia, Indonesia juga tak mentolerir jika terjadi kembali operasi intelijen tersebut. Indonesia akan melakukan berbagai tindakan kewaspadaan agar tak lagi menjadi korban penyadapan. Termasuk adalah membatasi distribusi informasi kepada negara lain.
''Enough is Enough (Cukup sudah),'' cetus Marty dalam konferensi pers di Kemenlu, Senin (4/11).
Indonesia sudah melayangkan protes kepada kedua pemerintah melalui Kedutaan masing-masing. Kedua negara itu menyatakan tak bisa mengonfirmasi atau menyangkal kebenaran informasi itu.
Khusus AS, tutur dia, mereka menyatakan akan mengevaluasi kebijakan agar disesuaikan dengan arah politik. Saat ini AS dan Australia juga sedang meninjau ulang segala kegiatan pengumpulan data yang dilakukan intelijen.
Namun, Marty menegaskan, Indonesia tak bisa menerima itu. Indonesia, bersama dengan Jerman dan Brasil telah mengirim draft resolusi ke Majelis Umum PBB. Resolusi tersebut adalah mengenai aktivitas intelijen di seluruh dunia dan pembatasannya.