REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Musim kemarau panjang dengan suhu ekstrim tahun ini, berdampak buruh pada produksi mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Para petani pun berharap agar pemerintah dapat membantu mereka menghadapi kondisi tersebut.
Ketua Kelompok Tani Ciloa, Desa Greged Kecamatan Greged Kabupaten Cirebon, Idris, menjelaskan, dalam kondisi cuaca yang normal, produksi mangga dari pohon yang berusia 12 tahun bisa mencapai enam ton per hektare. Namun, akibat musim kemarau dengan suhu yang mencapai 37 derajat celsius, produksi mangga paling banyak hanya tiga ton per hektare.
''Produksi turun sekitar 50 persen,'' kata Idris, Ahad (3/11).
Idris menerangkan, suhu normal agar mangga bisa berproduksi maksimal, berkisar antara 35-36 derajat celcius. Karenanya, saat suhu udara melebihi batas normal, maka bunga mangga menjadi mudah rontok.
''Petani mangga sulit melakukan rekayasa pengobatan agar bunga mangga tidak rontok,'' tutur Idris.
Idris menambahkan, saat menghadapi ancaman rontok bunga di musim penghujan, petani mangga masih bisa mengatasinya dengan langkah penyemprotan rutin. Namun, upaya penyemprotan itu tidak berhasil menangkal rontoknya bunga pada suhu tinggi.
Idris mengungkapkan, turunnya produksi mangga telah terjadi sejak tiga tahun terakhir. Hal itu akibat kondisi cuaca yang tidak menentu, baik ketika musim hujan maupun kemarau.
''Dampaknya, harga jual mangga di tingkat petani menjadi naik,'' terang Idris.
Idris menyebutkan, dalam kondisi normal, harga mangga gedong gincu di tingkat petani sekitar Rp15 ribu per kg. Namun saat ini, harganya naik menjadi Rp 25 ribu per kg.
Idris berharap, pemerintah dapat membantu petani mengatasi masalah tersebut. Dia meminta, pemerintah menyediakan obat semprot yang bisa mempertahankan bunga dari kerontokkan ketika suhu tinggi.
Hal senada diungkapkan seorang petani mangga, Abdullah. Dia menyatakan, petani kesulitan mendapatkan obat semprot yang ampuh melawan kerontokkan bunga.