REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian masih mengembangkan kasus dugaan suap yang menjadikan Pejabat Kantor Pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka.
Untuk melengkapi keterengan dalam proses penyidikan, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Polri akan memeriksa istri HS yang juga terlibat dalam kamuflase praktek suap Widya Wati (WW).
Direktur Dittipideksus Polri Birgjen Arief Sulistyanto mengatakan, HS yang menerima suap dari seorang pengusaha bernama Yusron Arif (YA) dibantu oleh WW. YA memberikan uang suap menggunakan polis asuransi sebagai media kamuflase pemberian uang dari YA kepada HS.
Dalam praktik pemberian suap modus ini, HS dan WW sama-sama memiliki polis asuransi yang berjumlah sembilan rekening. Empat polis atas nama HS sisanya bernamakan WW. Melalui polis asuransi ini, YA mengirimkan uang ke tiap rekening yang seolah-olah bentuk pembayaran rutin setoran bulanan.
Proses pengiriman uang dari YA kepada HS dan WW pun sengaja dibuat berliku. Dari rekeningnya, YA mengirim sejumlah uang kepada seseorang bernama Siti Rosida (SR).
SR adalah pegawai YA yang bekerja di salah satu dari sepuluh perusahaan ekspor-impor yang ia miliki. Setelah menumpuk di rekening SR, uang itu kemudian dikirimkan kepada WW dan HS.
Dijelaskan Arief, demi mengaburkan aliran rekening-rekening ini, sejumlah uang juga dipecah untuk kemudian disalurkan kepada pihak keempat. Dalam hal ini, YA menunjuk anak buahnya yang lain bernama Anta Widjaya (AW). Kemudian dari AW, uang pun terus dialirkan lagi kepada HS dan WW.
“AW juga membuatkan polis asuransi lainnya untuk HS agar pengiriman menjadi mudah,” kata jenderal bintang satu ini.
Bila ditotal, kata Arief, di empat polisi asuransi HS di tahun 2013 sudah tertanam uang sebesar Rp 4,533 miliar. Sedangkan jumlah rupiah yang ada di polis asuransi WW mencapai Rp 6,490 miliar.
Setelah seluruh polis ini penuh terisi oleh uang yang berasal dari YA, kesembilannya lantas ditutup oleh HS dan WW sebelum waktu tenggat agar dapat dicairkan.
Atas langkah tersebut, keduanya harus menanggung biaya penalti yang diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar. Namun, jumlah fantastis itu tak menjadi soal bagi keduanya dengan pertimbangan sebagai ‘pengorbanan’ untuk rapinya modus ini.
“Tetapi bisa kami bongkar berbekal laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keungan),” ujar Arief.
Sejauh ini, dari penyidikan awal, menurut Arief, seluruh uang itu merupakan bentuk suap YA kepada HS untuk terhindar dari pembayaran pada sistem ekspor-impor di bea dan cukai.
HS memang menjadi sosok utama yang dapat YA andalkan mengingat jabatannya adalah Kepala Subdit Ekspor-Impor di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai. “HS dan YA sudah ditahan dan kepada WW sekarang sedang kami panggil untuk menjalani pemeriksaan,” kata Arief.