Rabu 23 Oct 2013 21:22 WIB

Perbaiki DPT, KPU Perlu Buat Skema Khusus

 Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budiarti berbicara dengan komisioner KPU lainnya saat akan digelar Rapat Pleno Terbuka di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (23/10).   (Republika/ Tahta Aidilla)
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budiarti berbicara dengan komisioner KPU lainnya saat akan digelar Rapat Pleno Terbuka di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (23/10). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M Afifuddin, mengatakan Komisi Pemilihan Umum perlu membuat skema yang jelas dan khusus untuk memperbaiki masalah daftar pemilih tetap (DPT) di berbagai daerah.

"Waktu (penundaan) dua minggu itu sebenarnya saya kira tidak ada perubahan, perlu ada skema dan 'timeline' kerja yang jelas untuk masalah DPT, seperti masalah di Papua," kata Afifuddin di Jakarta, Rabu (23/10).

Afifuddin menilai dengan waktu dua minggu, koordinasi antara KPU dan berbagai pihak, termasuk Bawaslu dan partai politik, menjadi langkah penting yang harus dilakukan. Namun, Afifuddin meragukan waktu dua minggu tersebut cukup untuk dimanfaatkan KPU dalam menuntaskan permasalahan DPT.

Dia mengatakan bahwa sebenarnya KPU dapat melakukan penetapan DPT pada hari Rabu ini. Selanjutnya, untuk perbaikan, KPU, dapat memilah mana kabupaten dan kota yang cenderung memikili masalah ketidakakuratan DPT yang sedikit, dan kemudian fokus pada daerah yang masih memiliki banyak masalah.

"Ditentukan mana daerah yang 'margin error'-nya yang tipis. Ditetapkan 'timeline' kerjanya. Kan sudah ditunda sebelumnya, masa ditunda lagi," katanya.

Pada hari Rabu (23/10) KPU memutuskan untuk menunda rekapitulasi penetapan DPT secara nasional meskipun penetapan DPT telah sampai di tingkat provinsi. Jumlah DPT dari seluruh daerah, kecuali Kabupaten Nduga di Provinsi Papua, sebanyak 186.842.553 pemilih, yang terdiri atas 93.544.429 pemilih laki-laki dan 93.298.124 pemilih perempuan.

KPU mengatakan bahwa penundaan dilakukan untuk menjalankan amanah UU yang mengharuskan KPU menjalankan rekomendasi Bawaslu. Bawaslu telah merekomendasikan penundaan, karena menemukan perbedaan data signifikan mulai dari DPS, DPSHP, hingga DPT. "Dari hasil pencermatan kami di provinsi, hampir semua bermasalah nomor induk kependudukan (NIK) dan ini berpotensi pemilih fiktif," kata Ketua Bawaslu Muhammad.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement