Ahad 20 Oct 2013 15:08 WIB

Ini Tanggapan ICW Soal Rencana Pembentukan Densus Antikorupsi di Polri

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Nidia Zuraya
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun (kiri) bersama Koordinator bidang Investigasi dan Publikasi Agus Sunaryanto (kanan)
Foto: Antara
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun (kiri) bersama Koordinator bidang Investigasi dan Publikasi Agus Sunaryanto (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa anggota Komisi III DPR RI memunculkan wacana agar Polri membentuk Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Mengenai wacana tersebut, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai format Densus Antikorupsi perlu dilihat terlebih dahulu. “Densus Antikorupsi boleh-boleh saja. Akan tetapi harus dilihat dulu formatnya seperti apa. Ini baru wacana,” kata Tama, saat dihubungi ROL, Ahad (20/10).

Saat ini Polri sudah mempunyai Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) yang berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Karena itu, menurut dia, harus diperjelas bagaimana bentuk dari Densus Antikorupsi tersebut.

Jika Densus Antikorupsi jadi dibentuk, sambung Tama, perlu diperhatikan bagaimana koordinasinya dengan instansi lain. Ia mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini yang memegang peran utama dalam pemberantasan korupsi. Kepolisian dan Kejaksaan menjadi pendukung KPK. “Yang diperlukan sekarang adalah koordinasi dalam pemberantasan korupsi itu,” ujarnya.

Menurut Tama, Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK sudah mengatur bagaimana koordinasi antara penegak hukum dalam pemberantasan korupsi. Ia mengatakan, pembentukan Densus Antikorupsi tidak boleh menerobos dari aturan main tersebut. Ia tidak mempermasalahkan apabila Densus Antikorupsi nantinya terbentuk. Ia juga tidak melihat Densus ini akan berpotensi melemahkan KPK.

Selama tidak merusak tatanan dalam aturan main yang sudah ada, Tama sepakat saja adanya pembentukan Densus Antikorupsi. Namun,  ia mengatakan, harus ada komitmen yang besar terlebih dahulu dari Polri dalam menangani dugaan kasus tindak pidana korupsi. Karena, ia melihat, masih banyak persoalan internal yang harus dihadapi Polri. Seperti dugaan korupsi yang terjadi di internal Polri atau kapasitas sumber dayanya. “Dugaan intervensi pihak tertentu juga masih belum selesai,” ujarnya.

Tama mengatakan, KPK memang tidak bisa bergerak sendiri dalam dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurut dia, kepolisian dan kejaksaan juga seharusnya bisa memaksimalkan kewenangannya dalam memberantas kejahatan kerah putih tersebut. Karena itu, menurut dia, hal terpenting saat ini adalah bagaimana para penegak hukum terkait bisa memperkuat koordinasi yang ada. “KPK terlalu kecil untuk bergerak sendirian. Harus ada penguatan,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement