Sabtu 19 Oct 2013 16:39 WIB

Perppu MK Telah Kehilangan Makna

Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO--Dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho menilai Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah kehilangan makna.

"Perpu itu saya kira kehilangan makna karena spirit keluarnya Perpu itu dalam keadaan genting dan memaksa, sedangkan masalah MK itu tidak genting. Itu (masalah MK, red.) adalah kejahatan pribadi, permasalahan pribadi sebagai Akil-nya (Akil Mochtar, red.)," kata Hibnu, di Purwokerto, Sabtu.

Menurut dia sistem yang terjadi di MK saat ini tetap seperti biasa, tidak ada suatu kegentingan yang menggelisahkan.

Ia mengatakan bahwa hal ini terlihat dari Majelis Kehormatan, semuanya tidak ada masalah.

"Semuanya oke-oke saja. Jadi, rupanya memang dari pribadi Akil-lah yang bermasalah," kata dia yang pernah mengikuti seleksi calon hakim agung pada tahun 2012.

Oleh karena itu, dia menilai terlalu berlebihan kalau Presiden mengeluarkan Perpu.

"Spiritnya tidak mengena. Perpu itu kalau kondisinya genting, memaksa 'chaos'. Ini tidak 'chaos' kok, semua jalan," kata dia menegaskan.

Kendati demikian, dia mengakui ada salah satu poin dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2013 yang dinilai baik karena terkait aturan main ke depan, yakni "tidak menjadi anggota partai politik dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon hakim konstitusi". "Saya kira itu sebagai evaluasi terhadap perekrutan ke depan," katanya.

Akan tetapi, kata dia, Perpu Nomor 1 Tahun 2013 itu bukan merupakan suatu urgensi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)

Djoko Suyanto membacakan subtansi Perpu tentang MK dalam konferensi pers Perpu tentang MK di Istana Yogyakarta, Kamis (17/10) malam, mengatakan bahwa semangat dari penerbitan perpu ini tidak lain adalah demi menyelamatan dan memperkuat MK.

"Saya kira kita semua paham di sebuah negara demokrasi tidak boleh satu lembaga pun tanpa ada lembaga pengawas," kata Menko Polhukam Djoko Suyanto.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement