REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari menilai politik dinasti merupakan praktik yang bertentangan dengan hakikat fungsi partai politik, terutama dalam melakukan kaderisasi dan regenerasi.
"Gejala politik dinasti itu adalah gejala yang bertentangan dengan hakikat fungsi parpol untuk melakukan kaderisasi dan regenerasi," katanya seusai menghadiri seminar di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Kamis (17/10).
Hajriyanto juga menyatakan bagi partainya, politik dinasti juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap nilai-nilai persamaan dan egalitarianisme.
"Bagi Partai Golkar itu sebenarnya politik dinasti itu pengingkaran terhadap nilai-nilai persamaan dan egalitarianisme yang merupakan inti dan jiwa dari demokrasi itu sendiri," ujar dia.
Oleh karena itu, menurut Hajriyanto, berkaitan dengan wacana pencantuman pengaturan soal pelarangan politik dinasti di dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada), Golkar akan turut serta aktif dalam merumuskan ketentuan tersebut.
"Golkar bukan hanya akan mematuhi, tetapi Golkar akan turut serta di dalam merumuskan ketentuan-ketentuan dalam RUU Pilkada itu untuk mencegah dan memberantas politik dinasti," kata Hajriyanto.
Perdebatan tentang politik dinasti muncul di hadapan publik belakangan ini setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan yang merupakan adik Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah, dalam kasus dugaan suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar.
Anggota keluarga Ratu Atut juga menempati jabatan strategis di pemerintahan dan DPRD Provinsi Banten, dan diduga menimbulkan benturan kepentingan yang sudah lama terjadi.