Selasa 08 Oct 2013 22:57 WIB

Terbitnya Perppu Jadi Preseden Buruk Bagi MK

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Karta Raharja Ucu
Jimly Asshiddiqie
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie berpendapat, penerbitan peraturan pemerintah pengganti Undang Undang (Perppu) penyelamatan MK dengan memberi kewenangan Komisi Yudisial (KY) mengawasi hakim konstitusi, semakin membuat MK tidak dipercaya masyarakat.

"Saya khawatir jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perppu soal pengawasan KY terhadap MK akan menjadi preseden buruk ke depannya, karena putusan MK yang final dan mengikat itu ternyata bisa dimentahkan oleh Perppu," ujar Jimly saat dihubungi ROL, di Jakarta, Selasa (8/10).

Karena MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil UU 22 Tahun 2004 tentang KY yang diajukan hakim agung pada 26 Agustus 2006. MK menyatakan, hakim konstitusi bukan bagian dari kewenangan KY. Menurut Jimly, UUD 1945 mengatur kewenangan KY hanya mengawasi MA dan peradilan di bawahnya. Hubungan MA, MK, dan KY tercantum pada Bab IX tentang Kekuasaan Hakim. "MA diatur Pasal 24 A, KY Pasal 24 B, dan MK di Pasal 24 C," jelas Jimly.

Jimly yang ikut menggodok Bab IX itu menegaskan, MK semula ada di pasal 24 B dan KY di Pasal 24 C. Kemudian posisi MK dan KY di UUD 1945 diputar, MK jadi 24 C.

"Ini ada alasannya. KY dinaikkan ke atas karena saat itu pemikiran pembuat UUD 1945 adalah ingin memastikan bahwa KY tidak dikaitkan atau disangkutpautkan dengan MK. Artinya, KY tidak bisa mengawasi MK," ujar guru besar Tata Negara Universitas Indonesia (UI) ini menjelaskan.

Dikatakan Jimly, guna memastikan hal itulah kemudian pembuat UUD memutar posisi KY dari Pasal 24 C ke Pasal 24 B. "Artinya, kewenangan KY hanya untuk MA dan peradilan di bawahnya," tutur Jimly yang menjadi ahli mewakili DPR dan pemerintah saat penggodokan amandemen UUD 1945.

Menurutnya, jika Presiden SBY jadi menerbitkan Perppu penyelamatan KY, berarti Presiden telah melanggar UUD 1945. "Tentu hal itu juga akan membuat pemerintah juga tidak dipercaya masyarakat. Inikan berbahaya sekali," katanya Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement