Selasa 08 Oct 2013 18:30 WIB

Golkar: Wacana Hukum Mati Akil Mereduksi Hukum

Akil Mochtar
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Akil Mochtar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar Indra Jaya Piliang mengatakan bahwa wacana hukuman mati terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mereduksi proses hukum yang sedang berjalan.

"Adanya wacana hukuman mati terhadap tersangka kasus dugaan penyuapan AM (Akil Mochtar) Ketua Mahkamah Konstitusi justru mereduksi semangat terhadap proses hukum yang adil dan manusiawi," kata Indra Jaya Piliang dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, Partai Golkar mendukung penuntasan kasus korupsi Indonesia dengan menghormati prinsip hukum yang berlaku dan bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.

Ia menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum dan bukan negara kekuasaan mestinya mengedepankan hak-hak asasi manusia universal yang menegaskan bahwa hukuman mati bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.

"Bagaimanapun setiap individu manusia memiliki hak-hak hidup yang tidak bisa dilanggar, dikurangi, dan dibatasi dalam keadaan apa pun, termasuk apabila melanggar hukum," ujarnya.

Indra menilai wacana hukuman mati terhadap tersangka kasus gratifikasi AM sebagai Ketua MK perlu dikerucutkan ke dalam pasal-pasal yang ada di dalam undang-undang, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Di luar itu, ujar dia, hukuman berat lain bisa juga diberikan, yakni hukuman seumur hidup ditambah dengan hukuman lain berupa pembatalan hak-hak politik, seperti dicalonkan atau mencalonkan diri lagi ke dalam jabatan-jabatan publik (politik).

"Pemberlakuan hukuman pembatalan hak-hak politik ini seyogianya juga menjangkau penyelenggara negara lainnya, baik pegawai negeri sipil maupun pejabat-pejabat di tingkat lembaga-lembaga negara dan komisi-komisi negara," ucapnya.

Selain itu, Partai Golkar meminta Mahkamah Konstitusi atau pihak terkait perlu melakukan peninjauan atas ketentuan undang-undang menyangkut perkara ini dan bila perlu, sandaran hukumnya dipertegas dengan cara merevisi ketentuan perundang-undangan terkait dengan perkara korupsi, termasuk gratifikasi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement