Sabtu 19 Oct 2013 16:07 WIB

Perppu Tak Jawab Persoalan Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak menjawab permasalahan MK.

"Perpu Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengatur materi krusial, misalnya, apabila secara bersamaan ada dua atau tiga hakim yang diberhentikan atau mengundurkan diri, kemudian bagaimana kekuatan putusan MK apabila hakim terindikasi atau bahkan terbukti menerima suap," kata Miko Susanto Ginting, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), ketika dihubungi dari Semarang, Sabtu.

Seperti yang diwartakan, sebelum penangkapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (sekarang nonaktif) pada tanggal 2 Oktober 2013, jumlah hakim MK sebanyak sembilan orang. Kini, tinggal delapan orang.

Miko lantas memberi gambaran jika majelis putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan penggugat Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi, berarti hakim konstitusi tinggal enam orang. Sebab, pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi berdasarkan keputusan presiden yang sama, yakni Keppres RI Nomor 87/P Tahun 2013.

Oleh karena itu, kata Miko, Pemerintah perlu mengantisipsi putusan PTUN terkait dengan gugatan keppres tentang pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi karena akan berimbas langsung pada pengangkatan Maria Farida Indrati sebagai hakim MK.

Di lain pihak Miko menekankan, "Pascapenerbitan Perpu MK menunjukkan makin terang benderang penerbitan perpu tersebut tidak memenuhi ihwal kegentingan memaksa. Oleh sebab itu, apa yang diatur dalam Perpu MK sebaiknya tetap diajukan melalui perubahan UU MK."

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto membacakan subtansi Perpu tentang MK dalam konferensi pers di Istana Yogyakarta, Kamis (17/10) malam, mengatakan bahwa semangat dari penerbitan perpu ini tidak lain adalah demi menyelamatkan dan memperkuat MK.

"Saya kira kita semua paham di sebuah negara demokrasi tidak boleh satu lembaga pun tanpa ada lembaga pengawas," kata Menko Polhukam Djoko Suyanto.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement