REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat masih menjadi juru bicara Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar pernah mengusulkan hukuman badan untuk para koruptor. Menurutnya, hukuman penjara dan membayar denda sudah tak mempan kepada koruptor.
Pada Senin, 12 Maret 2013, Akil Mochtar pernah mengusulkan, hukuman kepada koruptor harusnya mempertimbangkan dampak menakutkan bagi masyarakat. Hal itu agar ketika orang berencana mencuri uang negara, yang bersangkutan berpikir beberapa kali untuk melakukannya.
Seharusnya, hukuman dilakukan dengan cara menghilangkan organ tubuh koruptor atau mencacatkannya. Sembari aparat juga menyita seluruh harta kekayaan koruptor. "Ini ide saya, dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja cukup," ujar Akil, ketika itu.
Akil menegaskan, ide memotong jari koruptor dinilai dapat memberikan efek jera kepada yang lainnya. Apalagi pemotongan jari disesuaikan dengan hukuman penjara berapa tahun koruptor itu divonis hakim. Sehingga orang yang berniat mengambil anggaran negara maupun yang sudah melakukannya tidak terulang di kemudian hari.
Menurut Akil, cara itu sangat pantas, sebab kalau hanya memiskinkan saja, negara tidak pernah benar-benar tahu kapan korupsi itu diulanginya. "Pemiskinan koruptor itu kalau hartanya didapat dari negara. Lebih baik dipermalukan dengan mencacatkan salah satu bagian tubuhnya."
Meski ada konvensi internasional mengenai pelarangan mutilasi, namun pihaknya menyatakan hal itu tidak jadi soal. Pasalnya hukuman tersebut lebih baik daripada negara harus menghukum mati koruptor. Lagipula, kata dia, kebijakan itu merupakan hak konstitusi sebuah negara untuk menandakan perang terhadap koruptor.
Kalau potong tangan dirasa terlalu kejam, maka sangat relevan memotong jari koruptor yang menyusahkan banyak orang. "Daripada harus dihukum tembak mati. Lebih baik dimiskinkan dan dipotong jarinya. Ketika berbaur dimasyarakat, masyarakat tahu kalau dia adalah koruptor," jelas Akil.
Semalam, Akil ditangkap petugas KPK bersama dengan dua orang lainnya di Jl Widya Chandra III, Jakarta Selatan. Akil yang saat ini menjabat Ketua MK itu diduga sedang menerima suap terkait penanganan perkara sengketa Pemilukada Gunung Mas di Kalimantan Tengah.