REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascatertangkapnya Ketua MK, Akil Mochtar oleh KPK, uji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) akan tetap berlangsung dan diputuskan sesuai permusyawaratan hakim.
"(Uji UU Tipikor tetap berlangsung) Semuanya akan berjalan sesuai putusan rapat permusyawaratan Hakim. Putusannya belum dibicarakan," kata Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar via SMS di Jakarta, Kamis (3/10).
Saat ditanya apakah penangkapan Ketua MK Akil Mochtar akan mempengaruhi pengambilan putusan sidang uji UU Tipikor, khususnya masalah lamanya hukuman bagi hakim penerima suap, Patrialis hanya menyatakan semua bergantung pada permusyawaratan. "Putusan diambil atas rapat permusyawaratan hakim," ujar Patrialis lagi.
Sebelum ditangkap tangan KPK, Rabu (2/10) malam, Ketua MK Akil Mochtar sempat memimpin sidang uji UU Tipikor, Rabu (2/10) pagi, yang diajukan terdakwa kasus korupsi pengadaan Alquran, Zulkarnaen Djabar.
Dalam sidang uji tersebut, pakar hukum pidana Andi Hamzah yang menjadi saksi ahli, sempat mengusulkan agar pasal 6 ayat (2) yang menyebutkan hakim penerima suap diancam 15 tahun penjara diubah menjadi 15 tahun penjara bagi pelanggaran pidana dan 10 tahun bagi pelanggaran non-pidana. Serta menghapus pasal 12 huruf c yang memiliki ketentuan serupa.
Kata Akil kala itu, sidang akan segera diambil keputusan dalam waktu dekat, setelah membaca kesimpulan yang diserahkan termohon, pemohon dan pihak terkait melalui panitera.
Pada Rabu (2/10) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM di kediamannya, Rabu (2/10) yang diduga telah menerima uang terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan.
"AM itu dulu menjabat Hakim Konstitusi, sekarang Ketua MK," kata juru bicara KPK Johan Budi dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Kamis dini hari.
KPK menyatakan dugaan praktik suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) berinisial AM, di kediamannya kawasan Widya Chandra, Jakarta, Rabu (2/10), diduga bernilai sekitar Rp2-3 miliar, yang diberikan dalam bentuk dolar Singapura.