Senin 30 Sep 2013 21:34 WIB

Komnas PA: Keluarga Miskin Sasaran Sindikat Perdagangan Anak

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait
Foto: Antara/ Ujang Zaelani
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kasus penjualan tiga anak oleh sepasang suami istri disebabkan kondisi ekonomi yang sulit. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menilai keduanya justru menjadi sadaran sindikat perdagangan anak.

Pasangan AS (39 tahun) dan DS (40 tahun) yang menjual tiga anak mereka dinilai Ketua Komnas PA, Arist Meredeka Siarait, merupakan bagian dari mata rantai panjang perdagangan anak. Kemiskinan, kata Arist, bukan alasan yang bisa langsung diterima pihak kepolisian yang mengusut masalah ini.

Ia menyebutkan, awal tahun ini saja Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat telah menjaring delapan anak yang dijual tenaga kesehatan pemerintah di Bandung untuk diadopsi secara ilegal. "Ini mengerikan. Betapa banyak tangan dan kaki sindikat yang harus ditangkap serta diungkap," katanya.

Menurut dia, AS dan DS yang sudah menjual tiga anaknya dengan harga masing-masing Rp 2 juta, didorong kesengajaan.

Ini benar-benar harus menjadi perhatian semua pihak sebab bukan lagi hanya persoalan kejahatan kemanusiaan, tapi juga hilangnya hati nurani orangtua.

"Biar bagaimana pun, pasangan suami istri itu harus ditahan polisi. Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Tak hanya itu, Kepolisian Kabupaten Bogor juga harus mengusut sindikat perdagangan anak semacam ini. Tidak bisa tidak," kata Arist menegaskan.

Selama masa penyelidikan dan jika pasangan asal Desa Kreteg Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor itu terbukti bersalah, Arist menekankan Dinas Sosial Kabupaten Bogor harus mengambil alih tanggung jawab pemeliharaan kedelapan anak AS dan DS.

"Tidak hanya pemeliharaan fisik, tapi juga pemulihan kondisi priskis yang mungkin terguncang akibat tindakan orang tua mereka," ungkap Arist.

Pasangan AS dan DS resmi ditetapkan sebagai tersangka penjualan anak oleh Kepolisian Resor (Polres) Bogor. Keduanya mengaku menjual tiga anak mereka karena khawatir tak mampu menghidupi kedelapan anaknya.

Penjualan anak itu telah terjadi sejak 2009. Kala itu, mereka menjual anak kelimanya (perempuan) kepada kerabat mereka seharga Rp 2 juta rupiah.

Pada 2011 dan 2013, AS yang hanya ibu rumah tangga biasa dan DS yang bekerja sebagai sopir serabutan, kembali menjual anak ke tujuh (laki-laki) dan ke delapan (laki-laki) kepada orang lain.

Selain uang Rp 2 juta rupiah, AS dan DS meminta pembeli anak mereka membayarkan biaya persalinan anak ke delapan mereka yang baru berusia 10 hari.

Penangkapan keduanya terjadi setelah ada laporan warga sekitar yang janggal melihat AS yang diketahui telah melahirkan namun tak pernah membawa anaknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement