Rabu 11 Sep 2013 19:32 WIB

PDIP Bengkulu: Trah Sukarno Penambah Suara Partai

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Antara
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris DPD PDI Perjuangan Bengkulu, Ismael Saleh berharap partainya benar-benar mempertimbangkan trah Sukarno dalam paket pasangan capres/cawapres. Ini karena trah Sukarno merupakan simbolisasi ideologi partai. "Trah Sukarno harus masuk," kata Ismail ketika dihubungi Republika, Rabu (11/9).

Ismail mengatakan ada sejumlah keuntungan strategis yang bisa didapatkan dengan memasukan trah Sukarno dalam paket capres/cawapres. Dari sisi praktis, masuknya trah dipercaya akan memberi insentif elektoral bagi partai. Karena sampai saat ini masih banyak masyarakat di daerah yang memilih PDI Perjuangan karena faktor Sukarno. "Orang di daerah masih melihat PDI Perjuangan sebagai Sukarno," ujarnya.

Persepsi masyarakat yang mengindentikan PDI Perjuangan dengan Sukarno tidak lepas dari faktor sejarah. Menurut Ismail para orang tua yang hidup di era 1960-an masih meyakini PDI Perjuangan merupakan turunan dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI) bentukan Sukarno.

Keyakinan kelompok masyarakat ini yang dianggap perlu diakomodasi partai. "Tentu para Sukarnois ini akan mengarahkan keturunan mereka memilih PDI Perjuangan," ujar Ismail.

Di sisi lain, memasukan trah Sukarno juga memberi dampak positif bagi soliditas partai. Tanpa itu, dia khawatir soliditas yang selama ini terbangun di antara kader akan terpecah. "Pemersatu harus dari trah Sukarno," ujarnya.

Tak penting siapa keturunan Sukarno yang diusung PDI Perjuangan di pilpres 2014. Ismail mengatakan andai pun nanti partai kembali mencalonkan Megawati Sukarnoputri sebagai presiden, kader siap bekerja memenangkan keputusan partai. "Intinya begitu. Jokowi nomor dua (cawapres) tidak masalah," katanya.

Namun, jika Megawati tidak maju kembali sebagai capres, Ismail cenderung memilih Puan Maharani sebagai cawapres pendamping Jokowi. Menurutnya, dibandingkan dengan Prananda Prabowo, sosok Puan lebih dikenal kalangan eksternal dan internal partai. 

Hal ini karena Puan lebih sering melakukan aktifitas politik baik di tingkat pusat mau pun di daerah. "Kalau Puan lebih bisa diterima. Puan lebih komunikatif dan sering sosialisasi ke bawah," ujarnya.

Sementara Prananda, imbuh Ismail, cenderung kurang dikenal kader di akar rumput. Karena selama ini aktifitas politik Prananda lebih terpolarisasi di tingkat DPP pusat. "Prananda masih tahapan internal kegiatan di DPP," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement