REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pada pemilu 2004 lalu, Susilo Bambang Yudhoyono rupanya pernah diajak untuk mengikuti konvensi Partai Golkar. Hanya saja menurut mantan Ketua Harian Konvensi Partai Golkar, Slamet Effendi Yusuf tawaran tersebut ditolak oleh SBY.
"Saya pernah undang seseorang untuk ikut konvensi, lalu kemudian dia jadi presiden pada 2004. Saya datang ke kantornya, saya bilang ke beliau kalau elektabilitasnya sebagai capres sangat tinggi sekali dan sangat mungkin terpilih sebagai presiden. Tapi tawaran saya beliau tolak," kata Slamet dalam diskusi bertajuk 'Konvensi, Audisi Penuh Teka-teki' di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (31/8).
Saat itu, lanjut Slamet, SBY mengatakan telah menyiapkan partai politik baru sebagai kendaraannya sendiri. Berdasarkan pengalaman tersebut, menurut Slamet, konvensi capres yang dilakukan Partai Demokrat bukan hal yang mengejutkan. Walaupun metode yang digunakan Demokrat dengan Partai Golkar sedikit berbeda, tujuan dan latar belakangnya dinilai Slamet hampir mirip.
Partai Golkar, seperti halnya Partai Demokrat saat ini, juga mengharapkan terjadi demokratisasi dalam parpol pada pemilihan presiden. Ketika presiden dipilih langusng oleh rakyat, partai politik juga harus melakukan perubahan dalam demokratisasi yakni memilih capres berdasarkan sistem penjaringan yang melibatkan semua unsur partai.
Kesamaan lainnya, lanjut Slamet, Partai Golkar pada 2004 melakukan konvensi sebagai salah satu upaya meningkatkan elektabilitas partai. Kondisi internal partai yang tidak stabil membuat konvensi sebagai salah satu jalan untuk mengerek kepercayaan publik terhadap Golkar.
Menurut Slamet, kondisi serupa juga dialami Demokrat saat ini yang elektabilitasnya cenderung turun karena banyaknya persoalan internal partai. "Bedanya, konvensi Golkar ditentukan suara partai dari bawah. Sedang Demokrat saat ini katanya berdasarkan survei dari rakyat sebagai pemilih," ujarnya.